Bawaslu Tak Khawatir Dilaporkan ke DKPP Gegara Kabulkan Gugatan Partai Prima

Jakarta, Beritasatu.com - Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan pihaknya tidak khawatir dengan ancaman sejumlah anggota Komisi II DPR terkait laporan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) gegara mengabulkan gugatan Partai Prima. Bagja menegaskan, Bawaslu sudah memutuskan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Monggo-monggo saja, namanya nggak boleh dilaporin dong, nggak boleh. Menurut Undang-undang, DKPP punya tugas, wewenang menangani perkara jika dilaporkan," ujar Bagja di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Bagja mengatakan Bawaslu menjalankan seluruh tugas sesuai dengan ketentuan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Termasuk, kata Bagja, dalam menangani pengaduan dari Partai Prima soal dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan KPU saat verifikasi parpol calon peserta Pemilu Serentak 2024. "Bawaslu akan tetap melakukan seluruh tugas dan kewenangan sesuai dengan UU 7 Tahun 2017," tandas dia.
Terkait dengan kritikan Bawaslu soal penanganan pelanggaran atau sengketa pemilu menjadi rancu dan dilematis karena putusan atas gugatan Partai Prima, Bagja menegaskan pihaknya tidak bisa mengomentari putusan yang telah dibacakan. Dia tidak mempermasalahkan jika ada yang memberikan kritikan.
"Pelanggaran administrasi lewat Bawaslu. Kita nggak boleh komentar atas putusan kita. Tetap kemandirian Bawaslu, ya monggo saja (kritik), tetapi yang jelas itu kemandirian Bawaslu," kata Bagja.
Apalagi, kata Bagja, Bawaslu tidak boleh menolak laporan diajukan kepada mereka.
"Jadi pada saat Bawaslu tidak boleh menolak laporan tersebut. Ini 2 putusan yang berbeda dasar hukum, berbeda pertimbangan hukum berbeda jadi menurut UU semenjak 7 hari dilaporkan itu bisa dilaporkan ke Bawaslu, pintu masuknya memang putusannya Pengadilan Negeri (Jakpus), putusan PN bukan jadi semua pertimbangan, enggak, itu pintu masuknya," pungkas Bagja.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR ramai-ramai memberikan kritikan keras kepada Bawaslu yang mengabulkan gugatan Partai Prima. Terutama lagi, Bawaslu merujuk keputusannya pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu Serentak 2024.
Padahal, Bawaslu sebelumnya sudah pernah menolak gugatan Partai Prima, namun kini diterima dengan memerintahkan KPU agar partai diberi kesempatan lagi untuk memperbaiki syarat administrasi sebagai calon peserta Pemilu 2024.
"Tadi sudah dijelaskan soal Prima, sudah disidangkan (Bawaslu) waktu itu ditolak. Dan ketika PN (Jakpus) memutuskan perbuatan melawan hukum oleh KPU, kok bisa Bawaslu putusan diterima, apakah Bawaslu bagian dari konspirasi penundaan Pemilu?," ujar Anggota Komisi II dari Fraksi PDIP Komarudin Watubun saat rapat kerja Komisi II dengan KPU, Bawaslu, DKPP dan Kemendagri di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (3/4/2023).
Komarudin mengaku heran dengan Bawaslu yang tiba-tiba mendukung putusan PN Jakarta Pusat. Padahal, kata dia, Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili masalah Pemilu.
"Dimana jalan ceritanya? Yang saya pahami urusan ini KPU, Bawaslu, kalau mau keluar dari itu PTUN, tapi PTUN tidak," tandas dia.
Menurut Komarudin, Bawaslu patut diduga melakukan pelanggaran kode etik. Karena itu, kata dia, layak dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Kita ajukan saja untuk dinilai di DKPP. Ini pelanggaran etik itu, saya tanyakan DKPP urusan sengketa Pemilu, urusan kenegaraan dibawa ke pengadilan negeri, dari segi etik apakah Bawaslu melanggar etik atau tidak?,"tegas Komarudin.
Kritik serupa juga datang dari Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus yang khawatir putusan Bawaslu bisa mengganggu tahapan pemilu ke depannya.
"Apa yang dilakukan oleh Bawaslu ini, saya khawatir ini akan menjadi preseden bagi proses pelaksanaan pemilu, yang tahapan-tahapannya masih panjang dan saya yakin ini akan terganggu dan ini akan juga menimbulkan debatable terhadap apa yang kita bincangkan ini," kata Guspardi dalam rapat tersebut.
Guspardi menilai langkah Bawaslu yang menyebut putusan PN Jakpus menjadi pintu masuk penanganan perkaranya, menjadi dilematis. Pasalnya, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah jelas mengatur lembaga apa yang berhak menangani sengketa atau pelanggaran administrasi pemilu.
"Dikatakan bahwa pintu masuk Bawaslu memproses kembali terhadap kasus prima adalah putusan pengadilan negeri bahwa proses kepemiluan sudah terang benderang diatur oleh undang-undang yang berhak menentukan dan membahas dan memproses itu hanyalah Bawaslu dan PTUN. Ini kan jadi dilematis," jelas Guspardi.
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI
Pekanbaru Diselimuti Kabut Asap, Jadwal Penerbangan Alami Keterlambatan
Mahfud Janji Turun Tangan jika Aparat Kesulitan Usut Kasus Menteri Pertanian SYL
Relawan Terus Perkuat Dukungan bagi Ganjar Pranowo di Jawa Timur
Tarif Parkir Disinsentif di 24 Lokasi di Jakarta Berlaku mulai Hari Ini 1 Oktober 2023
1
B-FILES


ASEAN di Tengah Pemburuan Semikonduktor Global
Lili Yan Ing
Perlukah Presiden/Kepala Negara Dihormati?
Guntur Soekarno
Urgensi Mitigasi Risiko Penyelenggara Pemilu 2024
Zaenal Abidin