Kenapa NU jadi Magnet di Pemilu 2024?

Jakarta, Beritasatu.com – Munculnya pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atau Anies-Cak Imin sebagai bakal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) menjadi pembicaraan hangat belakangan ini.
Banyak pihak yang tak memprediksi Anies Baswedan bakal memilih Cak Imin sebagai pendampingnya di Pilpres 2024. Hal ini karena nama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebelumnya santer disebut sebagai cawapres Anies, sementara Cak Imin digadang-gadang jadi cawapres Prabowo. Selain itu, Cak Imin merupakan tokoh dari koalisi pemerintah, sementara Anies diusung oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang dianggap sebagai representasi oposisi.
Cak Imin yang merupakan Ketum PKB berhasil mengamankan tiket cawapres karena tidak terlepas dari kedekatannya dengan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan organisasi massa terbesar di Indonesia bersama Muhammadiyah. Kehadiran Cak Imin sebagai cawapres juga seakan memperkuat magnet NU dalam kancah politik Indonesia, termasuk di Pilpres 2024.
NU memang kerap mewarnai wajah politik Indonesia. Bahkan, selalu ada tokoh NU yang berpartisipasi dalam tiap pilpres di Indonesia.
Berikut sejumlah faktor yang membuat NU menjadi magnet di Pilpres 2024.
Faktor paling utama adalah jumlah anggota NU yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia. Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan 20 persen orang Indonesia mengakui sebagai anggota NU. Angka tersebut lebih besar dibandingkan anggota serikat pekerja/buruh yang sebesar 15 persen dan anggota Muhammadiyah yang hanya sebanyak 3 persen. Angka 20 persen ini tentu akan menjadi rebutan bagi para partai politik dan capres-cawapres untuk bisa memenangi Pemilu 2024.
Tidak hanya itu, analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaedilah Badrun, ada dua faktor lain yang membuat suara warga NU diperebutkan. Warga nahdliyin memiliki ketergantungan kepada pendapat para ulamanya mengenai pilihan politik sehingga partai politik menganggap warga NU mudah dimobilisasi untuk memilih tokoh tertentu selama memiliki kedekatan dengan para ulama NU. Kemudian, warga NU dipandang lebih berpandangan keagamaan moderat dan toleran yang membuat lebih adaptif dan lebih mudah menerima pandangan-pandangan politik baru.
Melihat ketiga faktor itu nampaknya masuk akal bila suara kelompok nahdliyin akan menjadi rebutan elite-elite politik untuk meraup suara, khususnya pada Pilpres 2024.
Peringatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) agar tidak membawa nama NU dalam kampanye politik bukan tidak mungkin akan diabaikan dalam usaha menarik dukungan bagi calon-calon tertentu.
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI

Terungkap Pesan Luhut kepada sang Menantu Maruli Simanjuntak yang Dilantik Jokowi Jadi Kasad

LaporGub Jateng Unjuk Gigi di Festival Media Digital Pemerintah KPK RI

Serangan Malware Amos Targetkan Pengguna Mac Pakai Pembaruan Browser Palsu

Terobos Pintu Perlintasan, Mobil SUV Dihantam Kereta di Tambora

Investasi BCA untuk Keamanan Siber Naik 3 Kali Lipat Sejak 2021

Kasad Maruli: Saya Akan Pastikan TNI AD Netral di Pemilu 2024

Menko Marves Luhut Menangis Haru di Pelantikan Menantunya

Polisi Ringkus Buruh Cabuli Siswi SMA di Serang

Elon Musk Dukung Israel, MUI Ajak Boikot Twitter dan Tesla

MAKI Nilai Laporan Korupsi Kementan Mangkrak 3 Tahun, Tanggung Jawab Pimpinan KPK

Kimia Farma Pertimbangkan IPO Anak Usaha Pascapemilu

Eddy Hiariej Tak Mundur dari Jabatannya, Menkumham: Terserah Presiden Saja

Mengenal Mycoplasma Bakteri yang Diklaim Jadi Penyebab Pneumonia

Bantu Atlet dan Seniman, Tantowi dan Helmi Yahya Gelar Pameran Lukisan

Donna Harun DPO Kasus Penistaan Agama? Cek Faktanya
1
5
B-FILES


Pemilu 2024 vs Kesejahteraan Mental Generasi Z
Geofakta Razali
Rakernas IDI dan Debat Pilpres 2024
Zaenal Abidin
Indonesia dan Pertemuan Puncak APEC
Iman Pambagyo