Jakarta, Beritasatu.com - Di tengah tekanan pandemi Covid-19, aktivitas industri manufaktur di Indonesia pada awal semester II-2020 ini mulai kembali bergeliat. Ini terlihat dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang pada bulan Juli 2020 berada di level 46,9, membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di level 39,1.
Skor di atas 50 menunjukkan pertumbuhan sedangkan di bawah 50 berarti masih terkontraksi.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, lonjakan 7,8 poin pada hasil survei yang dirilis IHS Markit tersebut didasari oleh peningkatan kepercayaan bisnis terhadap kondisi pasar yang lebih normal. Capaian ini juga membuktikan bahwa operasional sektor industri di dalam negeri perlahan mulai pulih.
Sebelumnya pada Februari 2020, PMI Manufaktur Indonesia sempat mencapai level tertinggi hingga 51,9. Namun hantaman Covid-19 membuat PMI Manufaktur Indonesia anjlok, di mana pada Maret 2020 berada di level 45,3, April 27,5, Mei 28,6, dan Juni 39,1.
“Pada Juli 2020, posisi PMI kita sudah kembali naik ke posisi 46,9. Tentu ini sangat menggembirakan, di mana PMI ini merupakan satu indikator dari kepercayaan para pelaku industri,” kata Agus Gumiwang dalam diskusi virtual, Selasa (4/8/2020).
Pekerjaan besar selanjutnya menurut Menperin adalah bagaimana membawa PMI Manufaktur Indonesia kembali ke level seperti Februari 2020 yang mencapai 51,9. Kuncinya adalah dengan mendorong demand-side atau permintaan.
“Pertanyaannya, apakah memungkinkan Indonesia bisa kembali naik ke posisi 51,9 seperti bulan Februari? Tentu ini yang sekarang menjadi pekerjaan rumah kita, agar supaya PMI bisa kembali ke level tersebut, walaupun memang tidak bisa kita pungkiri bahwa semua itu tergantung dari banyak hal. Khususnya bagaimana kita menyehatkan demand-side kita, sehingga penyerapan produk-produk dari industri manufaktur di Indonesia bisa terjadi,” kata Menperin.
Pada semester I-2020, lanjut Menperin, industri manufaktur juga masih memberi kontribusi tertinggi dalam realisasi pajak menurut sektor sebesar 29% atau Rp 145,30 triliun. Namun realisasi ini lebih rendah dibandingkan 2019 yang mencapai 160,62 triliun (29,3%).
Dianggap "Pembunuh Massal"
Hasil positif dari industri manufaktur ini menurut Agus tidak terlepas dari kebijakan yang dilakukan Kemperin, di mana dalam masa pandemi Covid-19 ini industri manufaktur tetap bisa melaksanakan kegiatan operasional dengan memperhatikan protokol kesehatan secara ketat. Tetapi tentunya harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Kemperin dan melaporkan perkembangannya secara rutin terkait pelaksanaan protokol kesehatan.
“Kami tetap berkeyakinan bahwa kebijakan kami untuk tetap memberikan fleksibilitas bagi dunia usaha atau sektor industri manufaktur untuk tetap beroperasi telah mendapatkan hasil, di mana PMI kita terus naik. Kami yakin kebijakan ini dapat membantu perekonomian Indonesia tidak semakin terpuruk karena industri masih bisa bergerak,” kata Menperin.
Namun diakui Menperin, kebijakan ini memang banyak mendapat kritikan dari berbagai pihak. Bahkan ada yang menyebut kalau Kemperin sebagai 'pembunuh massal'.
"Banyak sekali saya mendapat kritikan, saya bertubi-tubi mendapat WhatsApp yang mengatakan Kementerian perindustrian merupakan pembunuh massal, membiarkan pabrik-pabrik tetap beroperasi. Tapi tentu kami punya pertimbangan lain, dan Alhamdulillah kami sangat percaya bahwa kebijakan yang sudah kami ambil sejak awal pandemi ini telah membantu agar perekonomian kita tidak jauh terpuruk,” ungkapnya.
Agus Gumiwang juga menyampaikan, catatan positif yang diraih sektor industri tersebut merupakan perkembangan positif terhadap upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Di samping itu dapat memberikan kepercayaan terhadap para investor bahwa iklim usaha di Indonesia tetap kondusif.
Di sisi lain, Pemerintah juga telah menggulirkan stimulus atau insentif bagi perlindungan sektor industri di dalam negeri untuk menghadapi situasi pandemi saat ini. Adapun beberapa insentif yang telah diusulkan oleh Kemperin, antara lain penurunan harga gas dan fasilitas keringanan biaya listrik bagi sektor industri.
Terkait hasil PMI Manufaktur Indonesia pada Juli 2020, Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw mengatakan bahwa dampak terburuk pandemi Covid-19 dirasakan pada kuartal kedua. Namun, masih ada harapan dengan dibantu oleh upaya pemerintah melalui relaksasi dan langkah penanganan Covid-19.
“Perusahaan juga tetap optimistis tentang output mereka dalam waktu satu tahun. Optimisme terutama didasarkan pada harapan bahwa situasi Covid-19 akan membaik dalam beberapa bulan mendatang,” ungkap Bernard.
Sumber: BeritaSatu.com