Antisipasi Kenaikan Harga Pangan, Ekonom Core Sorot Dua Langkah Penting
Jakarta, Beritasatu.com - Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan, kenaikan harga pangan di periode hari besar keagamaan seperti ramadan dan Idulfitri merupakan sebuah siklus yang terus berulang.
Kondisi ini tidak terlepas dari kenaikan permintaan terhadap kebutuhan pangan. Hal ini yang menyebabkan terjadinya demand pull inflation atau inflasi tarikan permintaan yang biasanya terjadi selama periode ramadan-Idulfitri.
"Ini adalah sebuah siklus yang sudah pasti terjadi. Secara alaminya begitu, kenaikan permintaan pasti akan mendorong peningkatan harga," kata Yusuf Rendy kepada Beritasatu.com, Rabu (22/3/2023).
Tren inflasi ramadan memang seolah menjadi "penyakit" musiman. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2019 saat Ramadan jatuh pada Mei, inflasi pada bulan tersebut mencapai 0,68% (mtm) yang didorong oleh kenaikan harga komoditas cabai merah (0,1%), daging ayam ras (0,05%), bawang putih (0,05%), ikan segar (0,04%), angkutan antarkota (0,04%), dan telur ayam ras (0,02%).
Ramadan 2020 yang jatuh pada April BPS mencatat inflasi sebesar 0,08%, didorong oleh komoditas bawang merah (0,08%), emas perhiasan (0,06%), gula pasir (0,02%), bahan bakar rumah tangga (0,01%), pepaya (0,01%), dan rokok kretek filter (0,01%).
Selanjutnya pada 2021, Ramadan yang juga berada di bulan April dengan inflasi mencapai 0,13% karena kenaikan harga daging ayam ras (0,06%), minyak goreng (0,01%), jeruk (0,01%), bahan bakar rumah tangga (0,01%), emas perhiasan (0,01%), dan anggur (0,01%).
Pada 2022 Ramadan jatuh pada April di mana terjadi inflasi sebesar 0,95%, didongkark kenaikan harga komoditas minyak goreng (0,19%), bensin (0,16%), daging ayam ras (0,09%), tarif angkutan udara (0,08%), bahan bakar rumah tangga (0,03%), dan telur ayam ras (0,02%).
Saksikan live streaming program-program BTV di sini