Jakarta - Implementasi internet of things (IoT/internet untuk segala) di Indonesia saat ini masih terbatas pada bidang-bidang tertentu dalam lingkungan jaringan pribadi seperti di perkantoran, perumahan, atau perkebunan. Penerapannya dalam skala yang lebih luas belum bisa dilakukan, mengingat belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut.
Direktur Standarisasi Perangkat Pos dan Informatika dari Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Mochamad Hadiyana menyampaikan, regulasi terkait IoT saat ini sudah selesai dibahas. Rencananya pekan depan sudah mulai dilakukan uji publik untuk meminta masukan dari stakeholder yang lebih luas lagi.
"Draf-nya baru diajukan untuk isilahnya izin prakarsa ke bagian hukum Kemkominfo, lalu ditembuskan ke Biro Humas untuk konsultasi publik. Mudah-mudahan minggu depan sudah muncul di website untuk konsultasi publik," kata Mochamad Hadiyana, Jumat (14/12).
Ia menambahkan, sejak awal menyusun regulasi IoT, pihaknya juga telah melibatkan stakeholder terkait industi IoT. Hanya saja pada draf final ini, pihaknya ingin memperoleh masukan yang lebih luas lagi dari para stakeholder yang belum memberikan masukan di forum-forum sebelumnya. Masukan tersebut bisa disampaikan melalui email atau surat.
"Setelah ada masukan, draf-nya nanti akan dibahas lagi. Kalau sudah final, nantinya bisa berbentuk Permen atau Perdirjen," terang dia.
Menurut Hadiyana, setidaknya ada tiga isu penting yang harus diselesikan terkait implementasi IoT, yaitu konektivitas, perangkat, serta pengguna dan proses yang di dalamnya ada aplikasi. Ketiganya ini harus dijalankan secara beriringan untuk memastikan implementasi IoT bisa berjalan dengan baik di Indonesia.
"Kami menyadari, industri sangat membutuhkan regulasi ini. Kami pun berusaha untuk secepatnya menyelesaikan. Mudah-mudahan awal tahun depan sudah bisa selesai," ujar Hadiyana.
IoT Jadi Tulang Punggung Industri 4.0
Founder Indonesia IoT Forum, Teguh Prasetya menyampaikan, dalam mengimplementasikan industri 4.0, salah satu faktor pendukung utamanya adalah ketersediaan infrastruktur digital, di mana IoT menjadi salah satu backbone dari adopsi revolusi industri tersebut.
IoT sendiri merujuk pada jaringan perangkat fisik, kendaraan, peralatan rumah tangga, dan barang-barang lainnya yang ditanami perangkat elektronik, perangkat lunak, sensor, aktuator, dan konektivitas yang memungkinkan untuk terhubung dengan jaringan internet maupun mengumpulkan dan bertukar data.
"IoT menjadi unsur utama dalam revolusi industri 4.0. Implementasinya berpengaruh besar dalam berbagai macam industri. Karenanya, kami sangat berharap regulasinya bisa segera keluar agar pelaku di industri ini memiliki kepastian hukum dalam mengembangkan bisnisnya," kata dia.
Teguh juga menyakini implementasi IoT dalam skala yang lebih luas akan membuka banyak lapangan kerja baru, meskipun nantinya ada beberapa pekerjaan yang diprediksi akan hilang.
"Di era IoT dan otomatisasi, masyarakat harus didorong untuk lebih aktif melakukan self learning. Mereka perlu diarahkan ke bidang atau kompetensi baru, terutama yang menyangkut IoT dalam kaitannya menuju Industri 4.0. Saya menyakini implementasi IoT ini pasti akan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Dan yang akan bisa tetap survive adalah orang-orang yang bisa beradaptasi menyesuaikan perkembangan teknologi," ujar dia.
Teguh mengatakan implementasi IoT memiliki potensi bisnis yang sangat besar. Berdasarkan data Indonesia IoT Forum, skala bisnisnya diperkirakan mencapai Rp 444 triliun pada tahun 2022. Nilai tersebut disumbang dari konten dan aplikasi sebesar Rp 192,1 triliun, disusul platform Rp 156,8 triliun, perangkat IoT Rp 56 triliun, serta network dan gateway Rp 39,1 triliun.
Sumber: BeritaSatu.com