Jenewa, Beritasatu.com - Orang muda yang sehat kemungkinan tidak akan mendapatkan vaksin corona sampai 2022. Tahap awal imunisasi akan menyasar orang tua dan kelompok rentan lainnya. Demikian dikatakan pejabat tinggi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Rabu (14/10/2020).
Kepala Ilmuwan WHO Dr. Soumya Swaminathan mengatakan petugas kesehatan, pekerja di garis depan dan orang tua akan mendapatkan vaksin lebih awal, meskipun perincian prioritas masih dikerjakan WHO. Apalagi hingga kini belum ada vaksin Covid-19 yang dianggap aman dan efektif oleh WHO, Uni Eropa atau Amerika Serikat (AS).
“Orang cenderung berpikir bahwa pada tanggal 1 Januari atau 1 April, saya akan mendapatkan vaksin, dan kemudian semuanya akan kembali normal,” kata Swaminathan. “Tidak akan berhasil seperti itu.”
Dia menambahkan bahwa dunia akan memiliki setidaknya satu vaksin yang aman dan efektif pada 2021. Namun jumlah yang tersedia sangat terbatas.
Kelompok penasihat strategis yang terdiri dari ahli imunisasi atau SAGE baru-baru ini menerbitkan pedoman kepada negara di dunia tentang prioritas vaksin. Swaminathan mengatakan, hingga kini lebih 10 vaksin virus corona di seluruh dunia sedang dalam uji klinis tahap akhir. SAGE akan merilis panduan populasi apa yang paling cocok untuk masing-masing vaksin dan bagaimana mendistribusikannya.
“Kebanyakan orang setuju bahwa ini dimulai dengan petugas kesehatan dan petugas garis depan, tetapi kemudian Anda perlu menentukan siapa di antara mereka yang memiliki risiko tertinggi seperti orang tua," kata Swaminathan.
“Ada banyak panduan, tapi saya pikir, rata-rata orang muda yang sehat mungkin harus menunggu hingga 2022 untuk mendapatkan vaksin.”
Seperti WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (Centers for Disease Control/CDC) dan Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan AS (Food and Drug Administration/FDA) sedang mempersiapkan prioritas kelompok berisiko untuk mendapatkan vaksin.
AS akan mendapatkan ratusan juta dosis vaksin potensial dari enam perusahaan. Pejabat tinggi kesehatan AS mengatakan bahwa AS memiliki dosis yang cukup untuk memvaksinasi seluruh warga Amerika pada musim semi 2021. Adapun pada tahun ini, imunisasi bisa dilakukan pada kelompok yang diprioritaskan.
Pejabat tinggi WHO telah memperingatkan negara-negara agar tidak mengamankan dosis vaksin untuk warganya sendiri seperti yang telah dilakukan AS dan Tiongkok. Hal itu disebut Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus sebagai "nasionalisme vaksin".
Sebaliknya, WHO telah meluncurkan program COVAX untuk menjamin akses yang adil terhadap pasokan vaksin untuk seluruh dunia. Lebih 170 negara, termasuk Tiongkok dan Inggris, telah berinvestasi di fasilitas tersebut, yang memberi manfaat pengembangan vaksin pada seluruh anggotanya.
“Kami perlu memastikan bahwa WHO memvaksinasi pada kelompok yang paling berisiko di setiap negara sebelum imunisasi pada semua orang di beberapa negara,” kata Kepala Unit Penyakit dan Zoonosis di WHO, Dr. Maria Van Kerkhove, Rabu.
“Sebagian tidak hanya karena komitmen pemerintah, tetapi pemahaman yang mengatakan, 'Saya orang muda, saya tidak memiliki kondisi yang mendasarinya. Saya mungkin perlu menunggu agar kakek nenek saya bisa mendapatkan vaksin,” tambahnya.
Komentar WHO muncul beberapa hari setelah Johnson & Johnson mengumumkan penghentian sementara uji coba vaksin tahap akhir karena masalah keamanan. Adapun uji coba tahap akhir AstraZeneca di AS masih ditunda setelah dihentikan bulan lalu.
Pejabat kesehatan menyatakan penghentian sementara uji klinis dalam dunia medis merupakan hal biasa. Hal ini menunjukkan bahwa badan pengatur mengambil tindakan pencegahan keamanan yang tepat dalam mengembangkan vaksin.
Van Kerkhove menekankan bahwa meski tanpa vaksin, dunia memiliki alat untuk menghentikan penyebaran virus corona. Dia menambahkan bahwa mengenakan masker, menghindari keramaian dan sering mencuci tangan dapat memperlambat penyebaran. “Kami dapat mengatasi virus dan di banyak negara mereka telah mengendalikan penularan,” kata dia.
Sumber: CNBC