Washington, Beritasatu.com- Setidaknya puluhan organisasi non-pemerintah memprotes keputusan Amerika Serikat (AS) yang memberikan visa kepada Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto untuk mengunjungi Washington.
Seperti dilaporkan VoA, Kamis (15/10), protes keberatan didasarkan atas dugaan bahawa Prabowo terlibat dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Prabowo dijadwalkan bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Mark Esper dan Ketua Staf Gabungan Mark Milley pada Jumat (16/10).
Kepada VoA, Juru bicara Menteri Pertahanan Indonesia Dahnil Simanjuntak mengatakan Pelayanan Indonesia bahwa Esper mengeluarkan undangan kepada Prabowo, yang pernah menjadi kepala Kopassus, satuan pasukan khusus TNI yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia oleh kelompok HAM dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia.
Prabowo pertama kali ditolak masuk ke AS pada tahun 2000 karena tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur, Papua Barat, dan selama protes mahasiswa tahun 1998 di Jakarta.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menggemakan pernyataan pada Rabu (14/10) bahwa "Departemen Pertahanan AS berencana untuk menjamu Menteri Prabowo di Pentagon pada hari Jumat [16 Oktober] untuk lebih memperkuat hubungan bilateral AS-Indonesia."
Beberapa topik diskusi antara kedua pejabat tersebut antara lain masalah kawasan, perdagangan pertahanan, kerja sama keamanan, kegiatan militer ke militer, dan respons terhadap Covid-19.
Amnesty International USA pada hari Selasa mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo memprotes kunjungan Prabowo.
Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Amnesty International Indonesia, Commission for Missing Persons and Violence, Public Interets Lawyer Network, Asia Justice and Rights, Committee for Solidarity Action for Munir, Imparsial, Public Virtue Institute, Setara Institute, Indonesia Corruption Watch, Jakarta Legal Aid Institute (LBH), Lembaga Kajian Publik dan Advokasi dan LBH Pers di Indonesia.
“Prabowo Subianto adalah mantan jenderal Indonesia yang telah dilarang, sejak 2000, memasuki AS karena diduga terlibat langsung dalam pelanggaran hak asasi manusia,” menurut surat itu.
Sumber: Suara Pembaruan