Washington, Beritasatu.com - Kepala intelijen pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan serangan keras kepada Tiongkok, Kamis (3/12/2020), dengan melabeli negara itu sebagai ancaman kebebasan terbesar kepada demokrasi dan kebebasan sejak Perang Dunia II.
“Intelijen jelas. Beijing bermaksud untuk mendominasi AS dan seluruh planet secara ekonomi, militer, dan teknologi,” kata Direktur Nasional Intelijen AS John Ratcliffe dalam artikel opini di Wall Street Journal.
Ratcliffe, mantan anggota Kongres Republik yang diangkat Trump ke posisi tertinggi intelijen, mengatakan Tiongkok adalah ancaman terbesar untuk Amerika saat ini. Dia mengatakan telah mengalihkan sumber daya dalam anggaran federal tahunan sebesar US$ 85 miliar (Rp 1.200 triliun) yang dialokasikan kepada intelijen untuk meningkatkan fokus kepada Tiongkok.
Menurutnya, pendekatan spionase ekonomi Tiongkok terdiri dari tiga, yaitu “rampok, duplikasi, dan gantikan”. Dia menyebut strateginya adalah mencuri properti intelektual perusahaan Amerika dan menyalinnya, lalu menggantikan perusahaan-perusahaan AS di pasar global.
Seorang juru bicara untuk Kedutaan Besar Tiongkok menolak komentar Ratcliffe dengan menyebutnya distorsi fakta dan munafik. Ditambahkan, AS menunjukkan pola pikir Perang Dingin yang mengakar dan prasangka ideologis dari beberapa orang di pihak AS.
Beijing sering menyerukan agar para pemimpin AS membalik retorika mereka atas Tiongkok yang memicu rasa ketakutan kepada Tiongkok di seluruh dunia.
Opini Ratcliffe menjadi upaya terbaru pemerintahan Trump untuk melawan Tiongkok. Ratcliffe juga menyinggung laporan badan-badan intelijen AS bahwa perwakilan Tiongkok berusaha mengintervensi politik domestik AS.
Dia juga menuding Tiongkok mencuri teknologi pertahanan untuk mendorong rencana modernisasi militer yang agresif oleh Presiden Xi Jinping. “Pemilu telah selesai. Sekarang mari kita semua jujur tentang Tiongkok,” kata Ratcliffe kepada Reuters.
Isu-isu yang menjadi pertikaian antara AS dan Tiongkok termasuk penanganan pandemi Covid-19, cengkraman Tiongkok atas Hong Kong, klaim perselisihan di Laut China Selatan, perdagangan, serta tudingan hak asasi manusia di Xinjiang.
Sumber: BeritaSatu.com