London, Beritasatu.com - Sekjen Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres, Sabtu (12/12/2020) waktu Inggris mengatakan, negara-negara kaya sangat tertinggal dalam realisasi janji untuk menyalurkan dana US$ 100 juta (Rp 1,4 triliun) setahun mulai 2020 dan seterusnya untuk membantu negara-negara lebih miskin untuk membangun lebih bersih dan beradaptasi kepada dampak perubahan iklim.
Pernyataan itu disampaikan Guterres kepada wartawan di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ambisi Iklim yang digelar secara virtual untuk menandai peringatan kelima Kesepakatan Paris. Laporan baru oleh para pakar keuangan iklim memperkirakan janji itu tidak bisa terpenuhi pada 2020.
Guterres menambahkan tidak ada donor yang menanggapi secara memadai atas krisis keuangan Covid-19 untuk menyediakan likuiditas dan keringanan utang bagi negara-negara berkembang.
“Ada kebutuhan jelas untuk meningkatkan kedua bentuk pendanaan, dan mereka seharusnya saling terkait,” katanya menyerukan agar pemulihan pandemi dilakukan secara ramah iklim.
Guterres mencontohkan badai terbaru yang menyebabkan banjir di Amerika Tengah memperlihatkan dukungan adaptasi perlu ditingkatkan agar negara-negara ini bisa membangun ketahanan untuk melawan dampak perubahan iklim yang tidak terhindarkan. Menurutnya, hanya sekitar 20% dari US$ 79 miliar (Rp 1,1 triliun) yang dikumpulkan pemerintah kaya pada 2018 dialokasikan untuk upaya adaptasi terhadap perubahan iklim.
Guterres juga mendesak setiap negara mengumumkan “darurat iklim” dan terobosan dalam adaptasi dan pertahanan. “Bisakah setiap orang masih membantah bahwa kita menghadapi keadaan darurat yang dramatis? Itulah mengapa hari ini, saya menyerukan seluruh pemimpin dunia untuk mengumumkan keadaan darurat iklim di negara mereka sampai netralitas karbon tercapai,” kata Guterres, yang merupakan mantan perdana menteri (PM) Portugal itu.
Pada 2009, pemerintahan negara kaya setuju untuk meningkatkan pendanaan iklim bagi negara-negara rentan menjadi US$ 100 miliar (Rp 1.411 triliun) setiap tahun pada 2020. Mereka juga berjanj menegosiasikan jumlah lebih tinggi di bawah mulai 2025 di bawah Kesepakatan Paris.
“Tujuan kolektif kita harus melampaui US$ target US$ 100 miliar setahun pada 2021 dan meningkatkan pendanaan publik internasional dalam periode setelahnya,” kata Guterres, yang merupakan mantan perdana menteri (PM) Portugal.
Banyak pemimpin negara berkembang termasuk dari Maladewa dan Kenya menyatakan mereka membutuhkan lebih banyak dukungan keuangan untuk mencapai rencana iklim baru. Tujuannya, memotong emisi dan melindungi warga mereka dari cuaca lebih liar dan kenaikan air laut.
Presiden Kenya Uhuru Kenyatta mengatakan kerugian akibat dampak perubahan iklim di negara Afrika Timur seperti kekeringan dan hujan lebat sampai kerusakan ekosistem bisa menambah sampai 3% produk domestik bruto (PDB) per tahun. Kenya akan membutuhkan sekitar US$ 62 juta (Rp 875 miliar) antara 2020 dan 2030 untuk menerapkan rencana aksi iklim terbarunya, dengan dua per tiganya untuk adaptasi.
Adaptasi termasuk langkah-langkah seperti sistem peringatan atas ancaman iklim, infrastruktur cerdas iklim, pengambilan air untuk petani di daerah kering, dan pemulihan hutan bakau pantai yang terlindungi.
Sumber: Reuters