New York, Beritasatu.com- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kini kebingungan untuk menentukan siapa yang sah untuk mewakili Myanmar. Pemerintah junta militer Myanmar dan utusan yang dikirim oleh pemerintah sipil yang digulingkan telah melancarkan klaim yang saling kontradiktif.
Seperti dilaporkan CNA, Rabu (3/3), juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pada jumpa pers bahwa badan tersebut telah menerima dua surat "kontradiktif".
"Kami sedang memeriksa surat-surat itu, dari mana asalnya dan apa yang akan kami lakukan. Jujur saja di sini: Kami berada dalam situasi yang sangat unik yang sudah lama tidak kami lihat. Kami mencoba memilah-milah semua protokol hukum dan implikasi lainnya,” ujarnya.
Komite akreditasi dan protokol PBB akan menyelidiki masalah ini dan kemudian merujuknya ke Majelis Umum.
Dujarric mengatakan bahwa Utusan PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, yang saat ini berada di Swiss, "melanjutkan perbincangannya dengan berbagai pihak mengenai situasi terbaru".
Pada Jumat (26/2), Burgener mengatakan bahwa penting bagi komunitas internasional untuk tidak memberikan legitimasi atau pengakuan kepada rezim ini. Dia menyerukan kepada komunitas internasional untuk mendesak kembali ke demokrasi.
Menurut aturan prosedur Majelis Umum, surat kepercayaan harus dikeluarkan oleh kepala negara atau pemerintahan, atau menteri luar negeri. Komunikasi yang dikirim ke kantor Guterres pada Selasa (2/3) memang menggunakan kop surat Kementerian Luar Negeri Myanmar. Tetapi sebagai catatan lisan, surat itu tidak ditandatangani.
Dalam suratnya, Kyaw Moe Tun mencatat bahwa Presiden Win Myint dan Menteri Luar Negeri Aung San Suu Kyi menunjuknya tahun lalu dan mereka tetap terpilih secara sah untuk peran mereka.
Dujarric mengatakan, PBB belum menerima pemberitahuan resmi tentang perubahan apa pun pada pemerintah Myanmar sejak kudeta 1 Februari.
Anggota parlemen terpilih yang digulingkan dalam kudeta telah membentuk satu komite. Pada Jumat (26/2), Kyaw Moe Tun mengatakan kepada Majelis Umum bahwa pemerintah Myanmar yang sah dan dipilih dengan semestinya dan harus diakui oleh komunitas internasional.
Sumber: BeritaSatu.com