Moskwa, Beritasatu.com- Rusia memperingatkan, Barat akan memicu perang saudara di Myanmar dengan menjatuhkan sanksi pada junta militer yang telah merebut kekuasaan dengan kudeta.
Seperti dilaporkan Reuters, Selasa (6/4/2021), peringatan itu tidak memengaruhi Prancis yang menyatakan Uni Eropa akan meningkatkan pembatasan pada para jenderal.
Dukungan Kremlin merupakan dorongan bagi junta militer yang menggulingkan pemerintah sipil terpilih Aun San Suu Kyi pada 1 Februari. Namun, junta militer masih menghadapi kampanye demonstrasi pro-demokrasi dan pembangkangan sipil yang berkelanjutan di seluruh negeri, dan kecaman serta lebih banyak sanksi dari Barat.
Pada Selasa, Rusia menyatakan bahwa sanksi terhadap pihak berwenang akan sia-sia dan sangat berbahaya.
"Faktanya, garis seperti itu berkontribusi untuk mengadu domba pihak satu sama lain dan, pada akhirnya, mendorong rakyat Myanmar menuju konflik sipil skala penuh," kata Kementerian Luar Negeri Rusia, dikutip oleh kantor berita Interfax.
Rusia adalah pemasok senjata utama ke Myanmar dan wakil menteri pertahanannya bertemu dengan pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hlaing di ibu kota Naypyitaw bulan lalu, menuai kritik dari aktivis hak asasi manusia.Mereka yang menuduh Moskwa melegitimasi junta.
Pada Selasa (6/4/2021), di kota utama Myanmar, Yangon, pengunjuk rasa menyemprotkan cat merah ke jalan-jalan, melambangkan pertumpahan darah dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan.
"Darahnya belum kering," kata salah satu pesan dengan warna merah.
Kelompok advokasi Asosiasi Tahanan Politik (AAPP), sekitar 570 orang, termasuk puluhan anak-anak, telah ditembak mati oleh pasukan dan polisi dalam kerusuhan hampir setiap hari sejak kudeta, dan pasukan keamanan telah menangkap hampir 3.500 orang.
Sumber: BeritaSatu.com