Jakarta, Beritasatu.com - Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie menilai tuntutan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2023 sebesar 13% dari serikat buruh dan federasi pekerja tidak berdasar.
Bila tuntutan ini dipaksakan, justru akan membuat industri di Indonesia menjadi tidak kompetitif dibandingkan negara-negara pesaing. Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) juga bisa semakin besar. Karenanya, perhitungan UMP harus tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Perhitungan UMP itu mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja dan PP 36 tahun 2021. Kalau kemudian tiba-tiba PP diubah untuk mengakomodir tuntutan buruh dalam waktu singkat, ini kan artinya tidak ada kepastian hukum. Nanti oleh investor, Indonesia bisa dinilai tidak komitmen terhadap aturan yang dibuatnya sendiri,” kata Firman Bakrie kepada Beritasatu.com, Jumat (18/11/2022).
Firman mengungkapkan, kondisi ekonomi global saat ini sedang menghadapi tekanan yang berat. Akibatnya permintaan ekspor untuk beberapa produk menurun signifikan. Ia mencontohkan yang terjadi di industri alas kaki. Sejak Juli 2022, permintaan ekspor turun hingga 50%.
“Potensi PHK di depan mata karena dampak ekonomi global. Dengan beban yang sulit, lalu kemudian ada kenaikan UMP yang tinggi, ini tentu akan menjadi beban tambahan,” kata Firman.
Baca selanjutnya
Di industri alas kaki sendiri, PHK sudah banyak terjadi. Dari data ...
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com