Apindo: Permenaker 18/2022 Hambat Penyerapan Tenaga Kerja
Jakarta, Beritasatu.com - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan pemerintah perlu mempertimbangkan lagi menjalankan skema penetapan upah minimum tahun 2023 berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Anton J Supit mengatakan, bila pemerintah tetap menetapkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023 berdasarkan Permenaker 18/2022 maka akan berdampak pada rendahnya penyerapan tenaga kerja. Hal ini akan berujung pada tingginya jumlah tenaga kerja yang menganggur.
"Kami tahu (kenaikan upah minimum) karena kepentingan politik, dan ini dimanfaatkan kepentingan kelompok tertentu yang memanfaatkan peluang itu karena setiap kebijakan selalu ada ongkos. Dalam hal ini ongkosnya adalah pencari kerja akan menjadi lebih susah cari kerja,” ucap Anton saat dihubungi Investor Daily, Senin (21/11/2022).
Anton menuturkan pemerintah harus melihat sisi industri secara keseluruhan jangan hanya melihat kondisi industri yang bergerak di bidang komoditas yang saat ini sedang mengalami kenaikan pendapatan.
Perusahaan yang bergerak di komoditas batu bara, nikel, dan sawit sedang menikmati windfall karena terjadinya ledakan harga komoditas atau commodity boom. Namun, industri padat karya seperti garmen dan sepatu sedang mengalami penurunan harga karena pengaruh gejolak perekonomian global.
"Kalau bicara padat karya seperti sepatu yang mengalami penurunan order hingga 30%. Order untuk pabrik sepatu rata-rata hanya 50% dari sebelumnya. Kalau sudah seperti itu masih mempertahankan pekerja? Sedangkan kita enggak tahu kapan kepastian selesai. Kami sendiri sudah memperkirakan ini akan terjadi sampai tahun 2023 nanti,” kata Anton.
Pihak Apindo menyarankan agar penyusunan formula UMP 2023 tetap berlandaskan Peraturan Pemerintah (PP ) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan regulasi turunan.
Anton mengatakan PP 36 Tahun 2021 sudah disusun secara tripartit berdasarkan masukan serikat pekerja, dunia usaha, dan pemerintah. Bahkan regulasi tersebut disusun juga berdasarkan masukan dari kalangan akademisi.
"PP 36 mengatur formula yang mengakomodasi apabila kondisi ekonomi jelek dan ekonomi baik. Kalau ekonomi sedang jelek (upah minimum) naiknya tidak tinggi, tetapi kalau ekonomi bagus (upah minimum) naiknya tinggi. Kami heran saat PP masih berlaku sampai sekarang lantas keluar Permenaker,” kata Anton.
Tim Investor Daily sudah menghubungi Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri untuk meminta konfirmasi terkait protes dunia usaha terhadap implementasi Permenaker Nomor 18 Tahun 2022.
Namun Indah belum mau menjawab secara rinci, dia mengatakan nantinya Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang memberikan pernyataan langsung.
"Tunggu, hal ini nanti dijawab Menteri Ketenagakerjaan,” ucap Indah.
Sumber: Investor Daily
Saksikan live streaming program-program BTV di sini