Jakarta, Beritasatu.com- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum tahun 2023. Meski kenaikan upah 2023 sudah mencapai 10%, tetapi serikat pekerja belum puas.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat menyayangkan formula baru dalam Permenaker 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, yang masih belum maksimal karena kenaikan upah minimum dibatasi dengan indeks tertentu yakni α (alfa). "Seharusnya formula kenaikan upah minimum dikembalikan kepada formula pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yaitu kenaikan upah minimum dihitung berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi," kata dia di Jakarta Senin (21/11/2022).
Formulasi penetapan UMP berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 adalah nilai upah minimum merupakan penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi dan α (alfa). Bila dirinci alfa merupakan indeks tertentu yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang 0,10 sampai dengan 0,30. Dalam Permenaker 18 Tahun 2022 disebut kenaikan upah 2023 maksimal 10%.
Dia juga meminta kepada kelompok pengusaha untuk berjiwa besar dengan tidak "ngotot" menolak Permenaker 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, dan tidak memaksakan pemberlakuan PP 36/2021 Pengupahan. “Pengusaha jangan manja, toh selama ini pemerintah sudah banyak memberikan insentif kepada kelompok pengusaha,” ucap Mirah Sumirat.
Aspek Indonesia juga mendesak gubernur dan bupati/wali kota memaksimalkan peran Dewan Pengupahan di masing-masing daerah, agar besaran kenaikan upah 2023 dapat maksimal sehingga memberikan keadilan bagi pekerja di Indonesia. Termasuk memaksimalkan peran pengawas ketenagakerjaan di dinas ketenagakerjaan setempat, untuk memastikan semua pengusaha tunduk pada Permenaker 18/2022.
Dia mengatakan jika pemerintah baik pusat maupun daerah, termasuk pengusaha, masih tetap memberlakukan PP 36/2021, tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang telah menegaskan bahwa Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat secara formil dan dinyatakan inkonstitusionalitas bersyarat.
“Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga telah memerintahkan kepada pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” tandas Mirah Sumirat.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Investor Daily