Ini Beda Pendaftaran IMEI Melalui Bea Cukai, Operator Seluler, dan Kemenperin
Jakarta, Beritasatu.com - Peredaran ponsel di dalam negeri telah menjadi perhatian pemerintah, yang sejak tahun 2020 lalu memberlakukan pemblokiran ponsel tanpa izin berdasarkan nomor international mobile equipment identity (IMEI).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase pengguna telepon seluler (ponsel) di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 65,87% dan menjadi yang paling tinggi dalam tujuh tahun terakhir.
Atas aturan tersebut, para pengguna ponsel diharuskan mengecek IMEI ponselnya dan mendaftarkan IMEI ponsel yang baru dibelinya. Registrasi IMEI dapat dilakukan melalui Bea Cukai, operator seluler, dan IMEI yang terdaftar di Kemenperin.
Meski sering dianggap sama, ketiganya memiliki perbedaan. Lalu, apa saja perbedaannya?
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana, mengatakan registrasi IMEI yang dilayani di Bea Cukai adalah atas handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) impor, dengan ketentuan paling banyak dua unit bagi tiap penumpang atau awak sarana pengangkut.
"HKT yang merupakan barang bawaan penumpang atau awak sarana pengangkut dari luar negeri dapat diregistrasi IMEI-nya ke Bea Cukai dengan cara menyampaikan formulir permohonan kepada Bea Cukai melalui laman www.beacukai.go.id atau melalui aplikasi mobile Beacukai yang tersedia di Playstore," kata Hatta Wardhana, di Jakarta, Selasa (22/11/2022).
Selanjutnya, bukti pengisian formulir elektronik berupa QR Code disampaikan ke petugas Bea Cukai saat kedatangan di Indonesia, dengan menunjukkan paspor, boarding pass, invoice (jika ada), dan identitas pendukung lainnya.
"Jika penumpang telah keluar terminal kedatangan, bukti QR Code dapat disampaikan ke kantor Bea Cukai terdekat," jelasnya.
Registrasi IMEI melalui Bea Cukai, menurut Hatta bebas biaya. Namun, pungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) HKT tetap dikenakan.
Setiap penumpang diberikan pembebasan sebesar US$ 500, dan atas kelebihannya akan dikenakan pungutan bea masuk dan PDRI yang terdiri dari bea masuk sebesar 10%, PPN 11%, dan PPh 10% bagi yang memiliki NPWP atau 20% bagi yang tidak memiliki NPWP.
"Untuk HKT yang diimpor dengan mekanisme barang kiriman, registrasi IMEI dilakukan oleh pihak pos atau perusahaan jasa titipan dengan cara mengisi IMEI pada dokumen consigment note (CN). Meskipun bebas pungutan registrasi IMEI, bagi barang kiriman dengan nilai FOB lebih dari US$ 3 hingga US$ 1.500 akan dikenakan pungutan bea masuk sebesar 7,5% dari nilai pabean, dan PPN sebesar 10% dari nilai impor," lanjutnya.
Sumber: ANTARA
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Bagikan
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI
Nagita Slavina Bagikan Tangkapan Layar Akun E-Commerce, Netizen Salfok
Ivan Gunawan Beberkan Alasan Lesti Kejora Dilarikan ke Rumah Sakit
Jokowi Janji Bakal Ajak Zulhas Blusukan ke Pasar
Garuda Group Siapkan 1,2 Juta Kursi Penerbangan Sambut Lebaran
Piala Dunia U-20 Batal di Indonesia, Jokowi: Pusing Betul Ngurus Bola
Soal Artis Inisial R, Hotman Paris Bantah Raffi Ahmad Kenal Rafael Alun
Medvedev Senang Petenis Rusia dan Belarusia Bisa Kembali Main di Wimbledon
