Jakarta, Beritasatu.com- Harga Surat Utang Negara (SUN) pekan depan diprediksi mengalami penguatan dengan imbal hasil (yield) di bawah 7,0%. Penguatan harga didorong melandainya kenaikan suku bunga the Fed (Fed rate) dan derasnya aliran masuk modal asing.
Seniot Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana mencermati bahwa harga SUN akan menguat karena melemahnya sentimen Fed rate hike dan sentimen positif net buy asing pada pekan lalu yang mencapai Rp 11 triliun. "Jadi, dua hal itu akan mendorong SUN pada awal pekan ini menjadi relatif baik dan yield akan menurun," ucapnya kepada Investor Daily, Minggu (27/11/2022).
Di balik diproyeksi penguatan harga SUN, Fikri menyarankan investor waspada terhadap tekanan yield yang berpotensi terjadi pada pertengahan pekan ini atau Kamis nanti yang memunculkan risiko inflasi akibat terganggunya rantai pasok.
Sentimen lain, yang perlu dicermati meningkatnya kasus Covid-19 di Tiongkok dan kebijakan lockdown di Beijing yang berpotensi memberikan dampak kepada Indonesia. "Karena itu, awal pekan saya berharap, yield bisa mendekati di bawah 7,0. Namun mungkin pada akhir pekan karena ada risiko tekanan inflasi, saya khawatir yield bisa mendekati 7,2%. Jadi, mungkin rentang yield antara 7,0% sampai 7,2%," ungkapnya.
Seiring agresifnya aliran modal asing (capital inflow) di pasar SUN, menurut data Bank Indonesia, capital outflow justru berpeluang terjadi di pasar saham atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini.
Fikri berpendapat, sentimen the Fed yang cenderung mereda bakal memacu investor global melirik emerging market sebagai instrumen investasi. Alhasil, capital inflow di pasar SUN akan menjadi lebih agresif meski dibayang-bayangi data inflasi. Geliat investor asing ini diproyeksi bakal tercermin dari aktivitas lelang yang digelar pemerintah pada 29 November.
Fikri melihat lelang tersebut akan menarik karena kemungkinan menjadi lelang terakhir pada tahun ini dilihat dari kebutuhan fiskal yang sekarang masih surplus. "Saya optimistis dengan lelang kali ini dibandingkan lelang minggu sebelumnya. Tapi, apakah incoming bids-nya akan sama dengan incoming pada awal-awal tahun, saya pikir belum. Tapi yang jelas, partispasi investor asing pada lelang ini akan naik dari penawaran sebelumnya," imbuh Fikri.
Mengingat lelang tersebut menjadi lelang terakhir atau menuju penutupan pada tahun ini, maka window dressing akan membuat pasar sekunder menjadi lebih ramai. Keramaian itu juga disebabkan langkah BI yang akan memanfaatkan dana burden sharing sekitar Rp 70-80 triliun pada awal Desember.
"Karena sentimen the Fed mulai turun, saya pikir BI juga akan melakukan hal serupa. Jadi, saya pikir tekanan kenaikan cost of fund akan melandai setelah the Fed rate hike yang kemungkinan terjadi pada pertengahan Desember dan di Bank Indonesia terjadi seminggu setelahnya. Mungkin, hal itu juga bisa mendorong sentimen window dressing pada akhir Desember menjadi lebih kencang," ungkap Fikri.
Baca selanjutnya
Secara terpisah, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario juga ...
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Investor Daily