Jakarta, Beritasatu.com - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai langkah pemerintah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023 berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 akan berdampak buruk bagi kelangsungan kinerja industri padat karya di tanah air.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Anton J Supit mengatakan, saat ini produk hasil industri padat karya yang menjadi komoditas ekspor seperti sepatu, garmen dan tekstil sedang mengalami penurunan order hingga di kisaran 30% sampai 50%.
"Dalam keadaan tidak ada order mau gimana lagi, ini bukan bicara daya saing, tetapi order saja tidak ada. Dengan kondisi sekarang khusus labour intensive export oriented yang penting perusahaan survive dan sesedikit mungkin melakukan PHK," kata Anton saat dihubungi Investor Daily, di Jakarta, Senin (28/11/2022).
Anton menjelaskan, penetapan kenaikan UMP semakin memperberat laju perekonomian, khususnya industri padat karya. padahal, sektor industri tersebut memiliki daya serap tenaga kerja dalam jumlah besar.
"Dalam kondisi berat ditambah kebijakan kenaikan UMP 2023 apa enggak tambah berat? Secara nalar ini memang memberatkan,” ucap Anton.
Menurut Anton, langkah pemerintah menerbitkan Permenaker 18 tahun 2022 juga menunjukan sikap pemerintah yang tidak konsisten dalam melaksanakan regulasi. Sebab, sebelumnya pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Dari sisi struktur kebijakan Permenaker berada lebih rendah dari PP.
"Oleh karena itu, kami akan membawa ke Mahkamah Konstitusi untuk memastikan apakah ini bertentangan atau tidak bertentangan. Dalam kondisi seperti ini, faktor kondisi riil di beberapa komoditas seperti sepatu, garmen dan produk industri padat karya lain yang menurun 30% sampai 50% tidak dimasukan perhitungan,” kata Anton.
Dia menuturkan pihaknya menekankan aspek legalitas dari regulasi yang sudah ditetapkan pemerintah. Bila Permenaker 18 tahun 2022 sudah sah di keputusan Mahkamah Konstitusi maka pihaknya akan menjalankan regulasi tersebut.
Menurut Anton dengan melihat posisi struktur regulasi dan kondisi perekonomian saat ini penetapan Permenaker 18 Tahun 2022 terkesan dipaksakan.
"Kalau aspek legal terpenuhi walaupun kita sulit apa boleh buat. Ini ada masalah legal yaitu aspek hukum tidak diperhatikan, hanya untuk memenuhi tuntutan salah satu kelompok. Kepentingan kelompok pencari kerja tidak menjadi perhatian. Dalam keadaan sulit ditambah kebijakan ini (Permenaker 18 tahun 2022), ini akan menutup pintu bagi para pencari kerja,” tandas Anton.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Investor Daily