Jakarta, Beritasatu.com - PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance) menyiapkan sejumlah strategi penerapan manajemen risiko guna menghadapi kondisi ekonomi 2023 yang diproyeksikan lebih menantang. Kendati terjadi tren kenaikan, non performing financing (NPF) ditargetkan di bawah 2,5%.
Rasio NPF perseroan hingga kuartal III 2022 tercatat 1,98%. Persentase tersebut lebih baik dari NPF industri yaitu 2,58% pada periode yang sama. Adapun hingga akhir tahun ini BRI Finance mematok target NPF gross sekitar 2,1% sedangkan tahun depan di level 2,2%.
Direktur Manajemen Risiko BRI Finance, Ari Prayuwana menjelaskan, sebenarnya pihaknya sudah melakukan langkah antisipasi sejak awal pandemi Covid-19 pada 2020 lalu. Sebabnya, perseroan ingin tumbuh cepat dengan kualitas yang positif melalui tata kelola yang baik.
"Sebagai komitmen terhadap kualitas aset yang dimiliki, kami senantiasa melakukan penjagaan ketat atas rasio NPF. Tujuannya untuk menanggulangi potensi risiko dari kondisi ekonomi yang fluktuatif," kata ungkap Ari Prayuwana, di Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Dia menerangkan, upaya kehati-hatian ini bagian dari respons perusahaan atas imbauan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap industri multifinance. Langkah tersebut diharapkan menjadi mitigasi risiko dalam menghadapi kondisi pasar yang berfluktuasi, terlebih adanya potensi resesi ekonomi global ke depan.
Seperti diketahui, ekonomi nasional dihadapkan pada beberapa tantangan ke depan yang timbul karena ketidakpastian ekonomi global. Antara lain karena inflasi global yang tinggi dan direspon bank sentral di berbagai negara termasuk di Tanah Air dengan kenaikan suku bunga serta ancaman krisis pangan dan energi yang diakibatkan oleh konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina.
BRI Finance pun menerapkan sejumlah langkah antisipasi. Pertama, menerapkan robust risk management sehingga kualitas portofolio pembiayaan menjadi prioritas. Perseroan membangun manajemen risiko yang kuat melalui penerapan proses pembiayaan yang sehat, dengan diterapkannya proses ketat yang harus diikuti oleh relationship manager (RM).
Menurut Ari, langkah tersebut membuahkan hasil dengan NPF yang terus menurun dari 2020 sebesar 4,22%. Kemudian, BRI Finance menerapkan credit risk scoring, sehingga bisa mempercepat proses pengambilan keputusan pembiayaan. Dalam kerangka manajemen risiko, Perseroan pun membangun perangkat proteksi dini atau early warning system untuk portofolio di level unit kerja dan individu untuk menjaga kualitas aset.
Kedua, BRI Finance fokus pada kualitas pembiayaan melalui penerapan selective growth, dimana perseroan membuat kebijakan bahwa yang boleh dibiayai adalah sektor-sektor yang potensi risikonya rendah.
"Kami memilih debitur-debitur yang memang bagus. Itu di awal sebelum RM melakukan proses inisiasi pembiayaan sudah diberikan guidance-nya. Itu yang kami terapkan sejak 2020, dan akan kami lanjutkan dalam menghadapi tantangan ke depan," lanjut Ari.
Ketiga, pihaknya melakukan switching portofolio dari mayoritas pembiayaan komersial, kini beralih ke segmen konsumer yang lebih ritel. Alhasil risiko per debitur lebih rendah. Harapannya, BRI Finance akan tumbuh secara berkelanjutan.
Keempat adalah fokus kepada funding stability dan sustainability dengan menjaga kepercayaan kreditur. Sedangkan antisipasi kelima adalah melakukan transformasi dan konsisten dalam digitalisasi business process, yaitu dalam rangka memperoleh efisiensi sehingga mampu menekan biaya operasional.
"Kami akan tumbuh dan prosesnya yang kami digitalisasi. Barangkali itu yang kami lakukan. Jadi apa yang kami lakukan selaras dengan himbauan OJK, di mana kami sangat mendukung dan menerapkan lebih awal sejak 2020," pungkas Ari.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Investor Daily