Jakarta, Beritasatu.com – emerintah segera mengajak para pengusaha dan serikat pekerja untuk duduk bersama mencari solusi terbaik dalam menghadapi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal di Indonesia. Hal itu dikatakan anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng terkait gelombang PHK saat ini mulai terjadi di industri padat karya seperti industri tekstil dan industri sepatu.
“Kami meminta agar pemerintah segera duduk bersama dengan pelaku usaha dan pekerja untuk mencari jalan terbaik yang mengakomodasi kepentingan para pihak. Pemerintah juga perlu mengefektifkan peran pengawas ketenagakerjaan untuk mencermati situasi di lapangan dan mengumpulkan data sebagai bahan pengambilan kebijakan,” kata Robert dalam konferensi pers secara daring, Kamis (1/12/2022).
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang dihimpun Ombudsman, tercatat jumlah tenaga kerja yang terkena PHK hingga Oktober 2022 sebanyak 11.626 pekerja. Sementara berdasarkan data dari Asosiasi Persepatuan dan Alas Kaki Indonesia, sejak pandemi Covid-19 hingga saat ini telah terjadi PHK terhadap 25.700 pekerja pada bidang usaha persepatuan dan alas kaki.
Menurutnya, PHK ini tidak berjalan secara serta merta, namun melalui berbagai proses. Sehingga jika pemerintah dapat merespons dengan cepat, maka PHK massal dapat diantisipasi. Robert mengatakan, fenomena PHK massal ini diduga sebagai buntut dari penetapan UMP tahun 2023 yang baru ditetapkan pemerintah dan kemungkinan karena menjelang Hari Raya Idul Fitri di mana perusahaan wajib memberikan THR.
“Informasi yang kami peroleh, dalam penetapan kebijakan UMP ini pelibatan para pihak terkait masih minim, seperti unsur pemberi kerja, serikat pekerja hingga dewan pengupahan. Apabila pada prosesnya ada partisipasi-bermakna dari pihak terkait, maka kebijakan yang diambil juga akan didukung semua pihak,” ungkap Robert.
Di samping itu, Ombudsman berpendapat, terdapat dualisme regulasi, yaitu PP Nomor 36 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022. “Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum. Pemerintah perlu bertindak cermat dalam memberikan kepastian hukum dan hierarki norma kebijakan untuk menghindari benturan kepentingan antara pengusaha dan pekerja,” ujar Robert.
Apabila PHK tidak bisa dihindarkan, Robert mengingatkan kepada pemberi pekerja untuk memperhatikan beberapa hal. Di antaranya, pengusaha wajib memperhatikan alasan dan prosedur dalam melakukan PHK, Kemenaker dan dinas ketenagakerjaan kabupaten/kota harus memastikan hasil audit perusahaan yang dilakukan oleh akuntan publik sesuai dengan kondisi riil perusahaan.
Selain itu, Kemenaker dan disnaker kabupaten/kota harus mengawasi kontrak kerja, perjanjian kerja bersama (PKB) dan peraturan perusahaan.
Tak hanya itu, usai melakukan PHK, Robert menegaskan bahwa pihak perusahaan wajib memenuhi hak-hak pekerja seperti pesangon dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com