Surabaya, Beritasatu.com - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyatakan, industri baja nasional merupakan salah satu pilar utama bagi pembangunan Indonesia Maju. Penetapan baja sebagai bahan baku industri non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diharapkan terus dikembangkan.
"Saat ini kebutuhan baja nasional berada pada kisaran 16 juta ton dan akan meningkat menjadi 100 juta ton pada tahun 2045 saat kita menargetkan menjadi negara maju dengan kekuatan ekonomi terbesar nomor 4 di dunia,” jelas Airlangga, saat memberikan sambutan secara virtual pada pameran industri baja, The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), IISIA Business Forum (IBF) 2022 di Surabaya, Kamis (1/12/2022).
Airlangga menyampaikan, pengembangan industri baja menuju 100 juta ton merupakan keniscayaan agar Indonesia mampu membangun kemandirian industri nasional.
"IBF 2022 ini merupakan sarana menjembatani terwujudnya hal tersebut. Dengan industri 4.0 kita berharap produktivitas sektor baja meningkat dan khusus untuk bajanya Pak Silmy Karim ini diharapkan bisa meningkatkan produksi 17 juta ton di tahun 2025 sampai dengan 2035," kata Airlangga.
Airlangga mengatakan, pemerintah terus mendorong industri strategis terutama penggunaan industri baja agar turunannya bisa memikirkan produk yang berdaya saing dan mendorong ekonomi.
"Terutama untuk industri konstruksi, otomotif maupun industri pendukung pengembangan industri pembangkit listrik supaya dapat meningkatkan industri baja karbon," ucapnya.
Chairman, IISIA Silmy Karim mengatakan secara umum produk baja yang dihasilkan produsen Indonesia sudah ekspor sampai ke negara yang boleh dibilang standarnya sangat tinggi seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
"Yang menjadi masalah adalah adanya perilaku curang yang dilakukan oleh importir, misalnya tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Ketebalan bajanya sangat tipis, tetapi cap SNI-nya benar. Itu kan perilaku tidak betul," ujar Direktur Utama PT Kratatau Steel ini.
Menurut Silmy, kewajiban SNI itu berlaku dua sisi yaitu yang pertama adalah dari sisi produsen yang berkewajiban memproduksi baja sesuai standar dan kedua dari sisi konsumen adalah hak untuk mendapat produk baja yang sesuai dengan standar.
Ia pun mempertanyakan bagaimana dengan produk impor, siapa yang mengawasi mereka? Siapa yang memberikan sertifikasi?
"Standar negara lain itu sangat susah untuk mendapatkannya, Indonesia juga punya standar sendiri tetapi sendiri itu bukan berarti beda namum harus patuh dengan apa yang ada di Indonesia. Itu yang saya sayangkan," ucapnya.
Silmy menegaskan, pihaknya mengapresiasi Menteri Perdagangan (Mendag) melakukan penindakan, peninjauan, sidak dan semoga terus dilanjutkan.
"Kalau di Kementerian Perdagangan dalam konteks barang beredar, sedangkan di Kementerian Perindustrian dalam konteks barang di produksi. Jadi ada dua sisi," ujarnya.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Investor Daily