Jakarta, Beritasatu.com- Bank Indonesia (BI) menargetkan inflasi 2023 akan berada di kisaran 3% plus minus 1%. Target tersebut dapat bisa dicapai bila ada sinergi kebijakan antara BI dengan pemangku kepentingan terkait. Kebijakan BI menjaga inflasi dilakukan bersama pemerintah dengan menugaskan Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
“Spiritnya multipolicy menjaga stabilitas dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat maupun daerah. Komunikasi kami lakukan berulang-ulang untuk menanamkan edukasi, literasi semua berperan mengawal inflasi dalam menjaga kesejahteraan masyarakat Dengan itu Insyaallah 3% plus minus 1% bisa terjadi dengan baik,” ucap Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Solikhin M Juhro dalam Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2023 "Mengelola Ketidakpastian Ekonomi di Tahun Politik" pada Senin (5/12/2022).
BI melakukan koordinasi dengan pemerintah dalam menjalankan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Kehadiran TPIP dan TPID turut menjaga kestabilan harga pangan hingga ke level daerah. “Kita punya TPIP dan TPIP yang jumlahnya hampir 600. Kita bayangkan pada 2008 jumlahnya masih beberapa gelintir saja, tapi sekarang sudah lebih dari 500, ini menjadi keunikan dan berkah di Indonesia,” tandas Solikhin.
Solikhin menuturkan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional khususnya inflasi BI menaikan suku bunga acuan. Dia menuturkan kebijakan suku bunga acuan dijalankan secara front loaded, preemptive, dan forward looking.
Kebijakan suku bunga menjadi sinyal bahwa BI ini akan menekan inflasi untuk membawa inflasi inti ke level fundamental. Dengan meningkatkan suku bunga acuan BI, perkiraan inflasi menurun dari sebelumnya 6,9% menjadi kembali ke bawah 6% pada 2022, tetapi nilai ini masih lebih tinggi dari target pemerintah.
“Kita juga mengendalikan dan menstabilkan nilai tukar rupiah yang bisa menjadi sumber inflated inflation. Harga komoditas juga terus kita pantau,” pungkas Solikhin.
Di sisi lain Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani memperkirakan hingga akhir tahun 2022 inflasi diperkirakan akan ada di kisaran 4,8%-5,5% atau lebih tinggi. Angka ini bisa lebih tinggi jika nilai tukar semakin melemah di bulan Desember 2022 karena akan berimplikasi langsung terhadap inflasi bahan bakar dan harga pangan impor.
“Saya rasa yang paling penting hingga akhir tahun ini selain mempertahankan tren penurunan inflasi, juga harus ada effort yang lebih besar untuk memperkuat nilai tukar agar kita tidak semakin terjerumus dalam hiperinflasi,” kata Shinta.
Dia menilai belum ada implikasi inflasi terhadap suku bunga, khususnya karena suku bunga Bank Indonesia tidak hanya memperhitungkan inflasi domestik tapi juga nilai tukar yang belakangan ini semakin melemah terhadap dolar AS serta tren suku bunga The Fed dan negara maju yang belum melambat.
“Dua faktor tersebut dan ditambah inflasi yang sebetulnya juga masih di atas rata-rata normal saya rasa masih ada peluang yang cukup besar bagi Bank Indonesia untuk meningkatkan suku bunga acuan demi meningkatkan kendali atau menciptakan stabilitas makro yang lebih baik,” kata Shinta.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Investor Daily