Kemenaker Akan Layangkan Teguran ke Ridwan Kamil soal SK UMP
Jakarta, Beritasatu.com- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) akan melayangkan surat teguran terhadap Gubernur Jawa Barat (Jawa Barat) Ridwan Kamil terkait penerbitan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/Kep.882-kesra/2022 tentang Penyesuaian Upah Bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja 1 tahun atau lebih pada perusahaan di Jabar.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor mengatakan pihaknya mendapatkan laporan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat bahwa di Jawa Barat terdapat SK yang dibuat Gubernur Jawa Barat tentang pengupahan atau upah minimum provinisi (UMP). Padahal pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 mengatur tentang penetapan upah minimum tahun 2023. Dia mengatakan permenaker berada pada posisi lebih tinggi dibandingkan SK gubernur.
“Kami mendapatkan laporan bahwa Gubernur Jawa Barat mengeluarkan SK Gubernur (soal UMP) padahal sudah ada keputusan lebih tinggi yaitu Permenaker Nomor 18 tahun 2022. Jadi nanti kita akan mengimbau dan menegur Pak Gubernur untuk segera melakukan koreksi,” ucap Afriansyah dalam pertemuan dengan Wamenaker dan Apindo di Kantor B Universe di Jakarta, Rabu (18/1/2023).
Surat ini akan menjadi pembinaan dari Kemenaker terhadap kepala daerah yang dinilai melanggar regulasi pemerintah pusat.
Adapun UMP Jawa Barat tahun 2023 sebesar Rp 1.986.670,17 atau naik 7,88% dari tahun sebelumnya. Adapun UMP 2022 sebesar Rp 1.841.487,31. UMP 2023 ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 561/kep.-752-kesra/2022 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Barat tahun 2023.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar, Ning Wahyu Astutik mengatakan SK Gubernur Jabar membebani pengusaha di Jawa Barat. Sebab harus memberikan gaji lebih tinggi di atas ketetapan Permenaker 18 Tahun 2022.
“Kami di Jawa Barat babak belur dengan situasi yang sekarang ada karena banyak sekali kabupaten/kota yang UMK-nya sangat tinggi ditambah lagi gubernur kita ini masih membuat aturan dengan struktur skala upah dan upah minimum,” ucap Ning Wahyu.
SK Gubernur Jabar tentang SSU dinilai ini banyak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang secara hierarki lebih tinggi. Menurutnya, secara hukum SK tersebut inkonstitusional.
“(Pemerintah daerah) masih membuat aturan dengan struktur skala upah dan upah minimum, dia mengeluarkan SK lagi dan ini menambah beban kepada perusahaan-perusahaan karena kami harus ikut aturan,” kata Ning Wahyu.
Dia mengatakan penyusunan struktur dan skala upah adalah mutlak hak prerogatif perusahaan. Hal itu, sebagaimana diatur dalam Permenaker No 1 tahun 2017 jo PP 36 tahun 2021, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun termasuk pemerintah.
Menurut Ning pihaknya melakukan langkah hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tetapi sebelum ada keputusan dari PTUN pihaknya tetap menjalankan kebijakan pengupahan dari pemerintah daerah.
“Kami lakukan ke PTUN tetapi sampai sekarang masih kasasi, sementara kebijakan upah berjalan terus. Kepatuhan dan audit berjalan terus upah naik dua kali di Jawa Barat. Bilamana ada keputusan Menteri SK Gubernur harus kami ikuti,” kata Ning Wahyu.
Ning menuturkan Jawa Barat merupakan salah satu industri padat karya terbesar di pulau Jawa. Jumlah penduduk Jawa Barat 17,71% dari total penduduk nasional. Sementara jumlah angkatan kerja di Jawa Barat 18% dari total nasional. Adapun pengangguran di Jawa Barat 25,3% dibandingkan pengangguran tingkat nasional .
Dia menuturkan kalangan pengusaha menginginkan adanya kepastian regulasi dari pemerintah. Khususnya kepastian regulasi tentang upah. Tantangan pengupahan terbesar berada di industri padat karya. “Kami memohon dengan sangat supaya kita ini bisa bertahan ini ada ketentuan khusus yang bisa mendukung keberlangsungan usaha padat karya,” tandas Ning Wahyu.
Pihaknya berharap agar ke depannya kalangan pengusaha bisa berpartisipasi dalam penetapan kebijakan ketenagakerjaan. Khususnya terkait dengan pengupahan. Sebab pengusaha juga berupaya menjaga kesejahteraan pekerja.
“Tidak hanya keberlangsungan pengusaha yang penting tetapi kita juga berpikir dari sisi buruh, Sebab buruh merupakan aset terbesar pengusaha, bagaimana kita bisa menghasilkan formula yang win-win solution,” kata Ning Wahyu.
Adapun UMK Jabar 2023 setiap kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
1. Kota Bekasi: Rp 5.158.248,20
2. Kabupaten Karawang: Rp 5.176.179,07
3. Kabupaten Bekasi: Rp 5.137.575, 44
4. Kabupaten Purwakarta: Rp 4.464.675,02
5. Kabupaten Subang: Rp 3.273.810,60
6. Kota Depok: Rp 4.694.493,70
7. Kota Bogor: Rp 4.639.429,39
8. Kabupaten Bogor: Rp 4.520.212,25
9. Kabupaten Sukabumi: Rp 3.351.883,19
10. Kabupaten Cianjur: Rp 2.893.229,10
11. Kota Sukabumi: Rp 2.747.774,86
12. Kota Bandung: Rp 4.048.462,69
13. Kota Cimahi: Rp 3.514.093,25
14. Kabupaten Bandung Barat: Rp 3.480.795,40
15. Kabupaten Sumedang: Rp 3.471.134,10
16. Kabupaten Bandung: Rp 3.492.465,99
17. Kabupaten Indramayu: Rp 2.541.996,72
18. Kota Cirebon: Rp 2.456.516,60
19. Kabupaten Cirebon: Rp 2.430.780,83
20. Kabupaten Majalengka: Rp 2.180.602,90
21. Kabupaten Kuningan: Rp 2.101.734,30
22. Kota Tasikmalaya: Rp 2.533.341,02
23. Kabupaten Tasikmalaya: Rp 2.499.954,13
24. Kabupaten Garut: Rp 2.117.318,31
25. Kabupaten Ciamis: Rp 2.021.657, 42
26. Kabupaten Pangandaran: Rp 2.018.389,00
27. Kota Banjar: Rp 1.998.119 05
Sumber: Investor Daily
Saksikan live streaming program-program BTV di sini