Jakarta, Beritasatu.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam periode 2014-2022 mencatat telah menyelesaikan penyidikan terhadap 99 perkara di sektor jasa keuangan. Adapun sebanyak 78 perkara di sektor perbankan, 5 perkara di sektor pasar modal, dan 16 perkara di sektor industri keuangan non bank (IKNB).
Khusus di tahun 2022, Penyidik OJK berhasil menyelesaikan 20 kasus di sektor jasa keuangan yang telah dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (P-21) dan telah dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap 2). Dari 20 perkara tersebut sebanyak 18 perkara sektor Perbankan dan dua perkara sektor IKNB.
Adapun saat ini OJK memiliki 17 penyidik yang terdiri dari 12 penyidik Kepolisian dan lima penyidik PNS. Sementara untuk memperkuat kewenangan penyidikan dan membangun sistem peradilan pidana yang kredibel, OJK secara rutin menggelar koordinasi dengan lembaga maupun Aparat Penegak Hukum yaitu Polri, Kejaksaan, PPATK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Selama 2022, penyidik OJK telah melakukan penguatan koordinasi dan komunikasi dalam bentuk edukasi pencegahan tindak pidana sektor jasa keuangan. Hal tersebut dilakukan lewat sinergi bersama dengan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur serta Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta.
OJK pun memaparkan bahwa tugas penyidikan meraih penghargaan sebagai Penyidik Terbaik dari Bareskrim Polri pada 24 November 2022 lalu atas prestasi penegakan hukum di sektor jasa keuangan selama 2022. Termasuk predikat untuk OJK sebagai lembaga terbaik dalam penyelesaian kasus untuk kategori Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian/Lembaga.
Dengan langkah-langkah penguatan dan penegakan hukum tersebut, OJK menyatakan optimistis stabilitas sistem keuangan dapat terjaga. Lebih khusus yakni dalam mengantisipasi peningkatan risiko eksternal dan semakin mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Ketua Dewan Audit OJK Sophia Wattimena mengatakan, di sisi internal lembaga jasa keuangan, OJK mendorong penguatan peran audit internal di industri jasa keuangan dalam penerapan governance, risk and compliance (GRC) terintegrasi melalui pemanfaatan teknologi. Langkah itu ditujukan guna mendukung terciptanya pengelolaan risiko yang efektif dan tata kelola perusahaan yang berkelanjutan.
"Salah satu top risk yang perlu diantisipasi perusahaan di tahun 2023 adalah adaptasi dan peningkatan penerapan teknologi dalam Governance, Risk, and Compliance (GRC) yang terintegrasi," kata Sophia Wattimena, Rabu (25/1/2023).
Baca selanjutnya
Mengacu data survei oleh PwC tahun 2021, GRC Technology belum dimanfaatkan ...
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com