Apakah AI Berbahaya bagi Manusia? Ini Kata Founder Prosa.ai
Faisal Maliki Baskoro / FMB
Jakarta, Beritasatu.com - Dr David Bowman tewas di luar angkasa setelah dibunuh HAL 9000, komputer yang dilengkapi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). HAL menganggap Bowman dan rekannya, Dr Frank Poole, membahayakan misi mereka ke Jupiter karena berusaha memperbaiki kerusakan dalam sistem AI HAL.
Ini adalah plot film klasik dari tahun 1968 buatan Stanley Kubrik berjudul 2001: A Space Odyssey. Film ini menceritakan bahaya AI yang dapat mengambil keputusan berdasarkan logika, tanpa memandang etika.
Dalam film lainnya, Terminator, Sarah Connor harus berjuang melawan Skynet, AI lepas kendali dan menyebabkan perang nuklir yang hampir memusnahkan seluruh umat manusia.
Meskipun ini adalah skenario fiksi, tetapi perkembangan AI yang begitu pesat menimbulkan kembali pertanyaan: Apakah AI yang lepas kendali dapat membahayakan umat manusia?
Teguh Eko Budiarto, CEO Prosa.ai, sebuah perusahaan startup Indonesia yang menyediakan solusi AI, mengatakan skenario semacam itu bisa saja terjadi.
"Saya pikir (skenario AI lepas kendali dan menguasai dunia) masih sangat jauh ke depan. Bisa terjadi karena kesalahan orangnya memberikan otoritas terlalu besar untuk belajar sendiri. Mesin AI tidak memiliki emosi, dia mengambil keputusan lewat parameter yang ada," kata Teguh kepada Beritasatu.com, Sabtu (4/3/2023).
Teguh mengatakan, manusia sebagai pencipta AI, seharusnya sudah mengantisipasi potensi AI melukai manusia dengan menyiapkan sistem override (ambil alih).
"Tidak mungkin terjadi karena manusia pasti akan menempatkan sistem override. Apalagi untuk sistem-sistem yang kritikal seperti mobil otonom dan sistem pertahanan," kata dia.
Kasus korban jiwa akibat AI sebenarnya sudah terekam sejak tahun 1980-an. Pada 25 Januari 1979, Robert Williams (25) tewas akibat terbentur tangan robot ketika sedang bekerja di pabrik Ford. Robot gagal mengenali kehadiran Williams sehingga terjadi kecelakaan fatal. Williams adalah orang pertama yang meninggal karena robot.
Pada September 2021, sebuah drone AS salah sasaran dan menewaskan 10 orang warga sipil di Kabul, Afghanistan. Tidak ada satupun personel yang dinyatakan bersalah. Pentagon menyebut insiden itu murni kesalahan tragis. Dari insiden ini kembali muncul perdebatan mengenai etika menggunakan AI dalam perang.
Sedangkan yang sedang hangat diperbincangkan adalah ChatGPT, sebuah AI chatbot yang mampu menulis esai hingga cerpen dengan bahasa yang natural. Kalangan akademisi menilai penggunaan AI dalam mengerjakan tugas sebagai bentuk kecurangan dan plagiarisme.
Meskipun AI belum sempurna, tetapi penggunaan AI di masa depan tidak dapat dihindari, bahkan saat ini pun AI telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Menurut survei McKinsey Global Survey on AI “the State of AI in 2022”, adopsi AI meningkat lebih dari dua kali lipat antara 2017-2022. Pada 2017, 20% responden melaporkan mengadopsi AI di setidaknya satu area bisnis, sedangkan saat ini, angka tersebut mencapai 50%, meskipun tidak sebesar 58% pada 2019.
"AI akan menjadi seperti komoditi. Kita tidak bisa hidup tanpa AI. Contohnya Google Maps yang bisa memprediksi jalan mana yang lancar," kata Teguh.
Sumber: BeritaSatu.com
# Artificial Intelligence# Kecerdasan Buatan# Prosa.ai# Teguh Eko Budiarto# Beritasatu Bisnis