Sejak Awal 2023, Capital Inflow SBN dan Saham Rp 41,98 Triliun
Jakarta, Beritasatu.com- Bank Indonesia (BI) mencatat secara kumulatif, sejak 1 Januari hingga 21 Maret 2023, tercatat aliran modal asing masuk bersih (capital inflow) di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 41,98 triliun dan pasar saham sebesar Rp 1,07 triliun. Dengan demikian totalnya mencapai Rp 42,98 triliun.
“Selama tahun 2023, berdasarkan data setelmen sampai dengan 21 Maret 2023, non-residen beli neto Rp 41,98 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 1,07 triliun di pasar saham,” ucap Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam pernyataan dikutip Investor Daily pada Minggu (26/3/2023).
Namun, jika dilihat khusus untuk periode 20 sampai 21 Maret 2023 tercatat aliran modal asing keluar bersih (capital outflow) mencapai Rp 140 miliar Angka ini terdiri dari non residen jual neto Rp 50 miliar di pasar SBN dan Rp 90 miliar di pasar saham.
Sementara imbal hasil atau yield SBN Indonesia tenor 10 tahun stabil di level 6,88%. Level yield surat utang Indonesia tersebut lebih menarik dan jauh dari yield surat utang Amerika Serikat atau UST Treasury Note tenor 10 tahun yang turun ke level 3,427%.
Sedangkan, premi risiko investasi (credit default swap/CDS) Indonesia 5 tahun naik ke 104,21 bps per 23 Maret 2023 dari 103,66 basis poin per 17 Maret 2023. Nilai tukar rupiah dibuka pada posisi Rp 15.140 per dolar AS pada Jumat (24/3/2023).
“BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut,” kata Erwin.
Di sisi lain, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan keluarnya aliran modal asing yang terjadi setidaknya dalam seminggu terakhir tidak terlepas dari beberapa hal. Pertama, isu di pasar keuangan yang tidak begitu baik. Dalam satu pekan terakhir, isu yang melibatkan bank di Amerika Serikat selalu dikaitkan terhadap efek domino yang berpotensi muncul dari krisis bank di Amerika Serikat.
Hal ini ditambah kasus Credit Suisse, menutup pekan lalu. Deutsche Bank juga diterpa isu mengenai krisis. Hal ini yang mendorong investor menjadi panik. “Alhasil, pilihan menempatkan dana di negara safe haven menjadi pilihan sementara waktu,” kata Yusuf saat dihubungi pada Minggu (26/3/2023).
Kedua, kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) yang menaikkan suku bunga acuannya, sehingga menjadi faktor pendorong lain keluarnya investor dari emerging market termasuk di dalamnya Indonesia, karena spread yang melebar antara suku bunga The Fed dan BI.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini