Bisnis Reksa Dana Tak Gentar Hadapi Gejolak Keuangan Global
Jakarta, Beritasatu.com - Pelaku industri keuangan di Tanah Air menegaskan bahwa gejolak atau krisis keuangan global tidak menjadi tembok penghalang reksa dana untuk menjadi instrumen investasi menjanjikan. Kendala sebenarnya ada pada regulasi dan literasi keuangan.
Pasar keuangan global diramaikan kasus kebangkrutan beberapa bank besar di Amerika Serikat (AS) dan Eropa seperti Silicon Valley Bank (SVB), Silvergated, dan Credit Suisse. Volatilitas semakin tinggi dengan kenaikan suku bunga serta perang Rusia dan Ukraina yang tak berkesudahan.
CEO Trimegah Asset Manajemen Antony Dirga mengatakan, gejolak perbankan AS dan Eropa secara fundamental tidak berdampak langsung pada perkembangan perusahaan-perusahaan di Indonesia karena tidak memiliki keterkaitan secara keuangan. Hal yang sama juga berlaku pada industri keuangan Indonesia yang memiliki fundamental kuat secara medium term.
"Untuk jangka panjang mungkin akan terpengaruh karena volatilitas pada semua aset instrumen saling terkait, tetapi secara medium term fundamental kita cukup kuat," jelas dia dalam Best Mutual Fund Award 2023 yang diselenggarakan Majalah Investor, Senin (27/8/23).
Ia melanjutkan, Trimegah Sekuritas memproyeksikan bahwa pada paruh kedua di 2023 pasar reksa dana akan ditopang sentimen politik bahwa likuiditas meningkat dan geliat ekonomi Indonesia yang 50% ditopang konsumsi masyarakat.
Lebih lanjut, berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) hingga Februari 2023 jumlah investor reksa dana sebanyak ,9,91 juta atau meningkat 3,34% dibandingkan posisi 2022 sebanyak 9,60 juta. Meski jumlah investor reksa dana tercatat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal itu tak sejalan dengan nilai aktiva bersih (NAB) yang justru menurun menjadi Rp 6,8 triliun dari 2021 sebesar di Rp 6,81 triliun.
Menurut Direktur PT Infovesta Utama Parto Kawito mengatakan, tingginya jumlah investor sejalan dengan kemudahan yang diberikan oleh platform penjual reksacdana. Meski demikian, aplikasi tersebut hanya menampung pembeli ritel dengan minimal pembelian dimulai dari Rp 10.000. "Sedangkan investor besar perlu usaha pendekatan baik online dan offline. Selain itu, menurunya industri reksa dana juga disebabkan oleh peraturan bahwa asuransi yang hanya diperbolehkan untuk berinvestasi pada Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) saja, yang menyebabkan banyak shifting dari RD ke KPD jadi seakan-akan kinerja reksa dana menurun,"ujarnya.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini