Indonesia Dinilai Bisa Jadi Lokomotif Gerakan Dedolarisasi di ASEAN

Jakarta, Beritasatu.com - Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai Indonesia bisa menjadi lokomotif gerakan dedolarisasi melalui keketuaan ASEAN. Posisi strategis yang diemban oleh Indonesia di ASEAN menjadi kesempatan untuk membuat kesepakatan regional yang bisa memberikan keuntungan ekonomi untuk seluruh negara anggota ASEAN.
"Dalam KTT ASEAN pada tanggal 9-11 Mei 2023 di Nusa Tenggara Timur (NTT) nanti, kebijakan-kebijakan strategis tentang dedolarisasi perlu dibahas secara terstruktur," kata Ajib Hamdani, Senin (24/4/2023).
Dedolarisasi adalah proses penggantian dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan dan/atau komoditas lainnya. Hal ini menjadi bagian dari kebijakan pemerintah yang akan mendongkrak nilai tukar mata uang lokal terhadap dolar AS.
Ajib menyampaikan, gerakan dan kebijakan dedolarisasi ini juga menjadi fenomena global yang diambil oleh negara-negara maju yang mempunyai orientasi ekonomi yang sama. Misalnya kelompok negara BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok dan Afrika Selatan berupaya mengurangi penggunaan dolar AS dalam bertransaksi antarnegara.
Dedolarisasi menjadi fenomena yang menarik ketika Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengemukakan pandangan senada dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, tentang dedolarisasi. Perry menyebutkan bahwa Indonesia sudah menggagas diversifikasi penggunaan mata uang, misalnya dalam mekanisme local currency transaction (LCT).
Seirama dengan Menteri Keuangan yang menyampaikan bahwa untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, maka semakin ditingkatkan pola local currency settlement (LCS) dengan negara-negara mitra dagang. Pola kebijakan dan kesepakatan ekonomi ini menjadi potret dedolarisasi.
Ajib menambahkan, kebijakan-kebijakan dedolarisasi yang bisa dibangun pemerintah Indonesia dengan negara-negara hubungan dagang, paling tidak akan memberikan tiga dampak positif terhadap ekonomi Indonesia.
Pertama adalah efisiensi. Ketika terjadi transaksi dagang antar dua negara, maka transaksi bisa langsung menggunakan mata uang bersangkutan. Kedua adalah relatif terhindarnya dari ancaman global finacial crisis, karena banyaknya diversifikasi mata uang yang dilakukan dalam transaksi internasional. Ketiga adalah keuntungan dalam neraca pembayaran dan kesehatan fiskal Indonesia, ketika dolar AS menjadi lebih terdepresiasi dan stabil.
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI
Ke Surabaya Bertemu Tokoh Spesial, Ganjar Rayu Khofifah Bakal Cawapres?
PDIP: Tak Perlu Debat Lagi, Jokowi Pasti Dukung Ganjar di Pilpres 2024
Masih Antusias, Ratusan Pelajar Padati Pameran Pangan Plus 2023 di Rakernas IV PDIP
Dituding Terima Rp 27 Miliar dalam Kasus BTS, Menpora Dito Ariotedjo Mengaku Telah Beri Klarifikasi
1
B-FILES


ASEAN di Tengah Pemburuan Semikonduktor Global
Lili Yan Ing
Perlukah Presiden/Kepala Negara Dihormati?
Guntur Soekarno
Urgensi Mitigasi Risiko Penyelenggara Pemilu 2024
Zaenal Abidin