Ini Dampak Pemilu terhadap Ekonomi Makro Indonesia

Jakarta, Beritasatu.com - Indonesia dijadwalkan akan menggelar pemilihan presiden dan pemilihan umum pada bulan Februari 2024. Menurut penelitian tim DBS Macro and Strategy, secara umum, pertumbuhan ekonomi melambat menjelang pemilu dan pulih dalam satu triwulan setelahnya. Investasi dan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah menguat segera setelah proses jajak pendapat (exit poll) selesai.
DBS Macro and Strategy Team menganalisis tren ekonomi dan pasar Indonesia sehubungan dengan siklus pemilihan umum. Analisis ini didasarkan pada empat episode terakhir, yaitu tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019. Pemilu tahun 1999 tidak dimasukkan dalam analisis ini karena adanya gejolak signifikan dalam variabel ekonomi pada tahun tersebut akibat dampak krisis keuangan Asia. Berbeda dengan pemilu sebelumnya yang diadakan pada bulan Juni, jajak pendapat mendatang kali ini dijadwalkan pada bulan Februari.
Dampak pemilu terhadap PDB
Berdasarkan kecenderungan Produk Domestik Bruto (PDB) riil, pertumbuhan cenderung melambat hingga dua triwulan sebelum pemilu, kemudian stabil, sebelum akhirnya menguat. Observasi ini didukung oleh sikap berhati-hati para pelaku ekonomi menjelang siklus pemilu, mengingat kemungkinan adanya perubahan dalam agenda ekonomi dan peraturan. Ketika hasil jajak pendapat tidak resmi diumumkan, kegiatan ekonomi akan berlanjut seperti biasa.
Selain itu, DBS Macro and Strategy Team juga memperhatikan kecenderungan konsumsi rumah tangga, yang memberikan kontribusi lebih dari setengah dari total pertumbuhan ekonomi. Menariknya, dalam empat pemilu terakhir, konsumsi cenderung meningkat hingga satu triwulan sebelumnya, kemudian stabil dengan sedikit penurunan.
Tren ini kemungkinan mencerminkan peningkatan permintaan dan pengeluaran selama periode kampanye menjelang pemungutan suara, serta pengeluaran sebelum hari raya. Setelah periode tersebut berlalu, permintaan kemungkinan akan kembali ke jalur sebelum pemilu.
Namun, perlu dicatat bahwa terdapat faktor lain yang tidak biasa dan siklus bisnis pada tahun-tahun tersebut yang juga dapat memengaruhi kecenderungan konsumsi dan pertumbuhan secara keseluruhan. Tahun 2009 berhasil mengantisipasi tren ini setelah krisis keuangan global, sementara tahun 2014 menandai stabilisasi setelah Bank Sentral AS mengurangi kebijakan moneternya (taper tantrum) pada tahun 2013, yang berdampak lebih pada pasar daripada perekonomian.
DBS Macro and Strategy Team juga memantau pengeluaran pemerintah, terutama kegiatan pemerintah pusat (total pengeluaran). Pengeluaran cenderung melambat pada triwulan sebelum pemilu, sebelum akhirnya meningkat. Hal ini berlaku baik untuk pengeluaran fiskal nominal maupun riil (disesuaikan dengan inflasi). Hal ini mungkin mencerminkan gagasan bahwa pemerintahan baru yang akan datang mungkin akan memprioritaskan kembali alokasi pengeluaran, yang dapat memperlambat pencairan dana menjelang pemilu.
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI
Starlink Elon Musk Minat Investasi di RI, Pemerintah Tak Akan Beri Perlakuan Khusus
Kaesang Dikabarkan Gabung ke PSI, Puan Maharani: Saya Cek Kebenarannya
Penting Diketahui Sebelum Melakukan Perjalanan! Ini Perbedaan Serviced Apartment dan Hotel
2
3
5
Catat! Pemungutan Suara Pemilu 2024 di Luar Negeri Bakal Digelar Lebih Awal
B-FILES


Perlukah Presiden/Kepala Negara Dihormati?
Guntur Soekarno
Urgensi Mitigasi Risiko Penyelenggara Pemilu 2024
Zaenal Abidin
Identitas Indonesia
Yanto Bashri