Upaya Banding Indonesia Terkait Nikel di WTO Belum Ditindaklanjuti, Ini Pemicunya

Jakarta, Beritasatu.com - Pemerintah Indonesia buka suara soal pengajuan banding Indonesia terkait larangan ekspor bijih nikel yang belum direspons oleh World Trade Organization (WTO). Pemerintah mengatakan pengajuan banding belum bisa dikaji hingga saat ini lantaran badan banding WTO sudah tidak berfungsi sejak 2019.
"Indonesia sudah menyampaikan dokumen banding kepada appellate body (badan banding). Ini memang prosedur yang ada. Bagi Indonesia, badan banding WTO adalah forum yang paling tepat untuk menguji keputusan panel yang dikeluarkan sebelumnya dalam sengketa DS592, karena kami menilai ada sejumlah kekeliruan dalam keputusan panel," ucap Deputi Wakil Tetap RI II di Jenewa Dandy Iswara pada konferensi pers virtual, Selasa (3/10/2023).
Dia mengatakan Amerika Serikat (AS) memblokade pemilihan anggota badan banding WTO. Konsekuensinya kasus DS592 belum bisa dikaji dan diproses oleh badan banding hingga saat ini.
Sebagaimana diketahui, badan banding WTO memiliki tujuh orang anggota. Masa jabatan anggota tersebut 4 tahun. Namun, badan banding WTO hingga saat ini mangkrak sejak Desember 2019 lantaran anggota-anggota yang masa jabatannya sudah habis belum ada penggantinya. Hal ini dikarenakan AS menolak memilih anggota baru karena kecewa terhadap badan banding WTO.
Adapun kasus DS592 di WTO mengacu pada gugatan Uni Eropa (UE) terhadap Indonesia. Diketahui, UE telah menggugat Indonesia di WTO karena menilai kebijakan larangan ekspor nikel bisa menghambat produksi stainless steel Eropa. Indonesia telah dinyatakan kalah, tetapi Indonesia memutuskan mengajukan banding.
Dandy mengatakan Indonesia masih bisa melarang ekspor bijih nikel meski sudah dinyatakan kalah di WTO. Ia menegaskan putusan panel WTO belum final karena masih ada proses banding.
Wakil Tetap RI di Jenewa Febrian Ruddyard mengatakan saat ini ada 29 kasus yang masih harus ditangani appellate body tersebut. Meski badan banding sudah berfungsi kembali, bukan berarti banding Indonesia langsung diproses. Belum lagi ada prosedur lain yang harus diikuti seusai badan banding mengeluarkan keputusan.
"Jadi, bisa dibilang sekarang krisis WTO. Jadi di G-20, kita mencoba menyamakan suatu ide bagaimana kita bisa merevitalisasi WTO. Salah satunya adalah menanggapi elephant in the room (suatu masalah yang ada di depan mata tetapi tak diungkit) dengan mengaktifkan kembali badan banding ini," jelas Febrian.
Dia mengatakan beberapa negara penggugat mencoba menakut-nakuti bahwa mereka punya aturan dalam negeri tertentu. "WTO dibentuk untuk memberi solusi bagi sengketa perdagangan. Kalau komitmen dengan WTO, kita ikuti peraturan yang ada di WTO," imbuhnya.
Sebagai informasi, di KTT G-20 India belum lama ini, para kepala negara sepakat mencoba mewujudkan badan banding WTO yang fungsional pada tahun 2024.
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI

Fortuner Dihantam Truk Tanah di Cileungsi, Tidak Ada Korban Jiwa

Presiden Jokowi Lantik Maruli Simanjuntak sebagai Kasad

TikTok Shop Berencana Gandeng GoTo, Mendag: Belum Ada Suratnya

Charlie Munger, Tangan Kanan Warren Buffet, Meninggal Dunia

Di Depan Jokowi, Sri Mulyani Beberkan Keunggulan Penyusunan DIPA Digital, Apa Saja?

8 Cara Alami Atasi Lemak Tanpa Sedot Lemak

KPU Pastikan Debat Capres-Cawapres Dilakukan di Jakarta

Akuisisi Blok 60 dan 48 dari Kesultanan Oman, Produksi Migas Medco Naik 13 MBOEPD

Dugaan 204 Juta Data Pemilih Bocor, KPU Gandeng BSSN hingga BIN

Sudah Bebas Bersyarat, Eks Menteri Edhy Prabowo Dapat Remisi 7 Bulan 15 Hari


Sudah Dikaruniai Anak, Pacar Menolak Menikah dengan Al Pacino

Sentil Pemda, Jokowi Sebut Pertumbuhan Ekonomi Saat Ini Hanya dari Investasi

Diberhentikan Sementara Jadi Ketua KPK, Firli Bahuri Tetap Dapat 75 Persen Gaji

Deretan Alat Peraga Kampanye yang Diperbolehkan
1
5
B-FILES


Pemilu 2024 vs Kesejahteraan Mental Generasi Z
Geofakta Razali
Rakernas IDI dan Debat Pilpres 2024
Zaenal Abidin
Indonesia dan Pertemuan Puncak APEC
Iman Pambagyo