ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Aturan Baru Jual Beli Listrik Bertujuan Tertibkan Swasta

Penulis: WBP
Minggu, 5 Februari 2017 | 17:34 WIB
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). (Beritasatu.com/ Gugun A Suminarto)

Jakarta- Direktur Jenderal Kelistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman menjelaskan bahwa peraturan baru terkait jual beli listrik melalui Peraturan Menteri ESDM bertujuan untuk menertibkan pengembang swasta agar taat regulasi.

"Adanya Peraturan Menteri (Permen) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik ini agar swasta tidak seenaknya sendiri, serta menaati kesepakatan, selama ini banyak pembangkit listrik yang terbengkalai," kata Jarman di Jakarta, Minggu (5/2).

Dalam Permen no 10/2017 pengembang akan terkena penalti jika tidak menaati aturan atau bahkan Power Purchase Agreement (PPA) bisa batal.

Permen No 10/2017 mengatur tentang Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) antara pembeli (PLN) dengan penjual (independet power producer/IPP) terkait aspek komersial untuk seluruh jenis pembangkit termasuk panas bumi, pembangkits listrik tenaga air (PLTA) dan PLT Biomass. Sementara, pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang intermiten dan Hidro di bawah 10 megawatt (MW) diatur dalam peraturan sendiri.

ADVERTISEMENT

Dalam hal ini jika penjual tidak dapat mengirimkan energi listrik sesuai kontrak karena kesalahan penjual, maka penjual wajib membayar penalti kepada PLN. Penalti proporsional sesuai biaya yang dikeluarkan PLN untuk menggantikan energi yang tidak dapat disalurkan.

Setuju dengan hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mangapresiasi adanya peraturan tersebut, untuk menegaskan aturan terhadap pengembang.

Namun terkait dengan peraturan energi terbarukan yakni Permen No 12 tahun 2017 ia berpendapat bahwa aturan tersebut perlu dikaji kembali. Menurutnya, pembelian listrik maksimal 85 persen dari biaya pokok produksi setempat berpotensi mengurangi iklim investasi.

"Ini seperti memberatkan jika 85 persen biaya pokok produksi (BPP) setempat harus dilaksanakan, belum lagi energi terbarukan didorong harus meningkat 35 persen," katanya.





Sumber: ANTARA

Bagikan

BERITA TERKINI

Masih Antusias, Ratusan Pelajar Padati Pameran Pangan Plus 2023 di Rakernas IV PDIP

BERSATU KAWAL PEMILU 1 menit yang lalu
1069620

Dituding Terima Rp 27 Miliar dalam Kasus BTS, Menpora Dito Ariotedjo Mengaku Telah Beri Klarifikasi

NASIONAL 13 menit yang lalu
1069618

Kemendagri Dorong BUMD Kreatif dan Inovatif

NASIONAL 19 menit yang lalu
1069619

Warga Keluhkan Harga BBM Naik dan Beras Mahal

EKONOMI 23 menit yang lalu
1069617

Puncak Musim Kemarau, Menteri LHK: Waspada Peningkatan Karhutla

NASIONAL 29 menit yang lalu
1069616

Naik, Ini Daftar Harga BBM Nonsubsidi Pertamina 1 Oktober 2023

EKONOMI 30 menit yang lalu
1069615

Pekanbaru Diselimuti Kabut Asap, Jadwal Penerbangan Alami Keterlambatan

NUSANTARA 35 menit yang lalu
1069614

Mahfud Janji Turun Tangan jika Aparat Kesulitan Usut Kasus Menteri Pertanian SYL

NASIONAL 37 menit yang lalu
1069612

Gempa Sukabumi, BPBD: Belum Ada Laporan Kerusakan

NUSANTARA 37 menit yang lalu
1069613

Inter Miami vs New York City: Tanpa Messi, The Herons Imbang

SPORT 47 menit yang lalu
1069611
Loading..
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ARTIKEL TERPOPULER





Foto Update Icon
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT