Jakarta, Beritasatu.com - Sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, layanan keuangan digital atau financial technology (fintech) syariah memiliki potensi yang besar untuk semakin bertumbuh. Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) yang baru berusia satu tahun, saat ini mencatat anggoat yang teregistrasi baru mencapai 55 anggota.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Ronald Wijaya menyampaikan, dari 55 fintech syariah tersebut, 12 anggotanya merupakan penyedia layanan Peer-to-Peer Lending (P2P) yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77/POJK.O1/2016, sementara sisanya masuk dalam POJK Inovasi Keuangan Digital.
"Secara keseluruhan, kita sebetulnya memiliki 100 anggota. Tetapi yang sudah menjalankan kewajiban seperti membayar iuran anggota, melengkapi akadnya, secara resmi ada 55 anggota," kata Ronald Wijaya, di acara seminar nasional Fintech Syariah yang dihadiri Beritasatu.com, di Jakarta, Rabu (13/2).
Guna mendorong perkembangan fintech syariah di Indonesia, Ronald memandang ada sejumlah kendala yang dihadapi para pemainnya. Salah satunya terkait keharusan memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS).
"Harusnya kan fintech syariah ini didorong dengan lebih cepat, tetapi kita punya beberapa ketentuan tambahan yang memberatkan, contohnya saja harus punya DPS yang cukup costly. Sebetulnya, banyak sekali yang kepingin jadi fintech syariah. Tetapi begitu mendengar ada peraturan harus punya DPS, mereka merasa berat dan langsung berfikir biaya yang besar, sebab fintech syariah itu kebanyakan startup pemula dengan modal yang masih terbatas," ujar Ronald.
Persoalan ini menurutnya harus bisa difasilitasi oleh pemerintah untuk mendorong perkembangan fintech syariah di Indonesia.
"Perlu dibuat alternatif. Misalnya satu DPS bisa menjadi pengawas di beberapa fintech syariah, setidaknya untuk yang belum terdaftar, sehingga mereka punya infrastruktur yang sesuai dengan regulasi OJK," tutur Ronald.
Tantangan lainnya adalah terkait proses pendaftaran perizinan ke otoritas terkait yang memakan waktu cukup lama dibandingkan pengajuan perizinan fintech konvensioal. Ditambah lagi dengan pengetahuan masyarakat mengenai fintech yang masih terbatas, apalagi terkait fintech syariah.
"Potensi pertumbuhan fintech syariah sangat besar karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak. Kita juga merupakan digital ready country dengan jumlah pengguna internet yang sangat terbesar," ujar Ronald.
Sumber: BeritaSatu.com