Jakarta, Beritasatu.com - Kementerian Perhubungan (Kemhub) menyebut ada 11 komponen biaya yang akan berpengaruh terhadap pentarifan atau biaya jasa ojek online. Saat ini regulator masih menggodok skema pentarifan tersebut
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemhub Budi Setiyadi menjelaskan, perihal tarif menjadi hal yang paling banyak disorot dalam rancangan peraturan menteri mengenai ojek online. Pihaknya sudah menyiapkan beberapa alternatif terkait skema pentarifan.
"Dari hasil kajian yang kita sudah lakukan semacam penghitungan, ada 11 komponen pertimbangan kita untuk tarif ojek online dari biaya langsung dan tidak langsung," terang Budi di Jakarta, Rabu (13/2).
Budi melanjutkan, beberapa komponen biaya langsung itu antara lain bensin, oli, dan ban. Sedangkan, biaya tidak langsung di antara pajak kendaraan serta penyusutan kendaraan.
"Jadi ada 2 variabel biaya langsung dan tidak langsung dengan total 11 komponen. Saat ini, kami mendapat angka yang ideal tapi belum kita keluarkan. Yang kita normakan adalah indikator yang akan guide kita untuk hitung berapa tarifnya," imbuh Budi.
Dia belum bisa memastikan, penetapan tarif itu akan berlaku secara nasional sama atau berbeda-beda karena masih dalam proses penggodokan. Selama uji publik rancangan peraturan menteri, ojek online di beberapa lokasi, tercatat ada masukan di dua kota, yakni Makassar dan Semarang, agar tarif ojek online tetap seperti sekarang.
"Jadi masukan di dua lokasi itu, kalau tarif bertambah, pelanggan dikhawatirkan akan beralih ke angkutan lain. Kalau tarif naik apa masyarakat masih tertarik naik ojek online mengingat pemerintah juga sedang gencar membangun angkutan massal," papar Budi.
Direktur Angkutan Jalan Kemenhub Ahmad Yani menambahkan, selain menghitung biaya operasi, dalam menentukan tarif ojek online, pemerintah juga akan mempertimbangkan kemauan dan kemampuan untuk membayar ongkos ojek online.
"Kami sudah dapat beberapa hasil riset dan itu nanti jadi acuan kami berapa sebenarnya tarif paling pas untuk aturan tersebut," jelas Yani.
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Hastiadi sebelumnya mengatakan, ojek online sebenarnya berperan sebagai feeder yang menyambungkan masyarakat dengan transportasi publik.
"Kita lihat 40% lebih itu ojek online tujuannya atau destinasinya adalah ke stasiun atau ke terminal terdekat. Kalau kita lihat pembangunan masif LRT dan MRT itu sebenarnya kita masih butuh feeder. Ada potensi zero ridership nantinya," ujar Fithra.
Sumber: BeritaSatu.com