Dewan Pakar: Diskon Harga Rokok Tidak Sesuai Nawacita

Jakarta, Beritasatu.com - Pemerintah diminta mencabut regulasi yang membolehkan adanya potongan harga jual rokok di pasaran. Sebab, regulasi itu bisa meningkatkan konsumsi rokok di masyarakat karena harganya menjadi sangat murah.
"Konsumsi dan prevalensi perokok naik. Dalam jangka pendek tidak begitu kelihatan, tapi jangka panjang negeri ini babak belur," ujar Dewan Pakar Komite Nasional Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany saat diwawancara di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut dia, alasan pencabutan itu bukan sekadar pertimbangan aspek pengendalian konsumsi, tapi sekaligus sebagai pembuktian konsistensi program pemerintah. Apalagi, regulasi itu tidak sesuai dengan program Nawacita Jilid Dua, sisi pembangunan manusia yang bagus. Terutama terkait produktivitas dan kualitas SDM. "Pak Jokowi mesti tahu ini," tuturnya.
Hasbullah menilai, lahirnya aturan yang melegalkan penjualan harga rokok di bawah harga banderol yang tertera dalam pita cukai sebagai kesalahan. Terutama kesalahan dalam memaknai filosofi cukai. Padahal, kata Thabrany, filosofi cukai adalah pengendalian konsumsi.
Pada praktiknya, pola pikir yang terbangun dan dijalankan regulator menurutnya adalah mindset revenue. Terjebak pada keuntungan finansial semata.
"Padahal sebagai pejabat negara yang makannya ditanggung rakyat, harusnya berpikir kepentingan rakyat," tegasnya.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 156 tahun 2018 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau dan Peraturan Dirjen Bea Cukai nomor Per-37/BC/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau membolehkan Harga Transaksi Pasar (HTP) setara 85 persen dari HJE. Dalam aturan itu, menjual rokok dengan harga di bawah 85 persen banderol pun masih tidak melanggar peraturan asalkan tidak lebih dari 40 kota atau area yang disurvei oleh kantor Bea Cukai.
Hasbullah menyayangkan hal tersebut. Menurut dia, salah satu komponen untuk mengendalikan konsumsi adalah menaikkan harga jual. Harga akan turunkan prevalensi. Itu sudah dibuktikan banyak negara.
Memanfaatkan momentum hari tanpa tembakau sedunia 31 Mei, Hasbullah berharap, peraturan itu diperbaiki.
"Dibuat lebih rasional dan bermoral. Jangan terkesan akal-akalan. Kenapa dia akal-akalan begitu? Harganya seolah dinaikkan supaya mahal tetapi boleh jual lebih murah dari harga yang dicantumkan," kata Hasbullah.
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI

Langka! Banjir Menerjang Dataran Tinggi di Malang

Jokowi Ingatkan Perbankan Kucurkan Kredit ke UMKM, Jangan Hanya Beli SBN

Helikopter Militer AS Jatuh di Laut Jepang, 1 Orang Dipastikan Tewas

Piala AFC: Hajar Stallion 5-2, Bali United Bertengger di Posisi 3 Grup G

Kiper Liverpool Alisson Becker Cedera Panjang

Eks Aktivis 98 Sepakat Tolak Fitnah untuk Prabowo-Gibran

Selesai Diperiksa Penyidik, SYL Ngaku Sudah Sampaikan Semua Fakta

Diperiksa soal Dugaan Pemerasan Firli Bahuri, SYL Dicecar 12 Pertanyaan

Lirik Lagu Di Tepian Rindu oleh Davi Siumbing yang Viral di Media Sosial

204 Juta Data Pemilih di KPU Bocor, Menkominfo Sebut Bukan Motif Politik

Dampak Perubahan Iklim Makin Nyata, Jokowi Beberkan Faktanya

Ketidakpastian Global Masih Menghantui, Begini Karakteristiknya

Geledah Rumah di Jakarta, KPK Sita Bukti Dokumen Terkait Kasus Wamenkumham

Ada Gangguan Sinyal di Stasiun Citayam, Perjalanan KRL Tertahan

Lirik Lagu Before You Go dari Lewis Capaldi dan Terjemahannya
1
B-FILES


Pemilu 2024 vs Kesejahteraan Mental Generasi Z
Geofakta Razali
Rakernas IDI dan Debat Pilpres 2024
Zaenal Abidin
Indonesia dan Pertemuan Puncak APEC
Iman Pambagyo