ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Dewan Pakar: Diskon Harga Rokok Tidak Sesuai Nawacita

Penulis: Yuliantino Situmorang | Editor: B1
Senin, 3 Juni 2019 | 13:19 WIB
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Prof. Hasbullah Thabrany
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Prof. Hasbullah Thabrany (Beritasatu.com/Herman)

Jakarta, Beritasatu.com - Pemerintah diminta mencabut regulasi yang membolehkan adanya potongan harga jual rokok di pasaran. Sebab, regulasi itu bisa meningkatkan konsumsi rokok di masyarakat karena harganya menjadi sangat murah.

"Konsumsi dan prevalensi perokok naik. Dalam jangka pendek tidak begitu kelihatan, tapi jangka panjang negeri ini babak belur," ujar Dewan Pakar Komite Nasional Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany saat diwawancara di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut dia, alasan pencabutan itu bukan sekadar pertimbangan aspek pengendalian konsumsi, tapi sekaligus sebagai pembuktian konsistensi program pemerintah. Apalagi, regulasi itu tidak sesuai dengan program Nawacita Jilid Dua, sisi pembangunan manusia yang bagus. Terutama terkait produktivitas dan kualitas SDM. "Pak Jokowi mesti tahu ini," tuturnya.

Hasbullah menilai, lahirnya aturan yang melegalkan penjualan harga rokok di bawah harga banderol yang tertera dalam pita cukai sebagai kesalahan. Terutama kesalahan dalam memaknai filosofi cukai. Padahal, kata Thabrany, filosofi cukai adalah pengendalian konsumsi.

ADVERTISEMENT

Pada praktiknya, pola pikir yang terbangun dan dijalankan regulator menurutnya adalah mindset revenue. Terjebak pada keuntungan finansial semata.

"Padahal sebagai pejabat negara yang makannya ditanggung rakyat, harusnya berpikir kepentingan rakyat," tegasnya.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 156 tahun 2018 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau dan Peraturan Dirjen Bea Cukai nomor Per-37/BC/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau membolehkan Harga Transaksi Pasar (HTP) setara 85 persen dari HJE. Dalam aturan itu, menjual rokok dengan harga di bawah 85 persen banderol pun masih tidak melanggar peraturan asalkan tidak lebih dari 40 kota atau area yang disurvei oleh kantor Bea Cukai.

Hasbullah menyayangkan hal tersebut. Menurut dia, salah satu komponen untuk mengendalikan konsumsi adalah menaikkan harga jual. Harga akan turunkan prevalensi. Itu sudah dibuktikan banyak negara.

Memanfaatkan momentum hari tanpa tembakau sedunia 31 Mei, Hasbullah berharap, peraturan itu diperbaiki.

"Dibuat lebih rasional dan bermoral. Jangan terkesan akal-akalan. Kenapa dia akal-akalan begitu? Harganya seolah dinaikkan supaya mahal tetapi boleh jual lebih murah dari harga yang dicantumkan," kata Hasbullah.



Bagikan

BERITA TERKAIT

Meriahkan Anniversary ke-4, by.U Hadirkan Hadiah Menarik untuk Gen Z

Meriahkan Anniversary ke-4, by.U Hadirkan Hadiah Menarik untuk Gen Z

EKONOMI
Ada Banyak Diskon, Fuji Pindah Lapak ke Shopee Live

Ada Banyak Diskon, Fuji Pindah Lapak ke Shopee Live

EKONOMI
Gara-gara Rokok, Anak Bunuh Bapak Kandung

Gara-gara Rokok, Anak Bunuh Bapak Kandung

NUSANTARA
Peredaran Rokok Ilegal di Cirebon Masih Marak

Peredaran Rokok Ilegal di Cirebon Masih Marak

NUSANTARA
Peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Perokok Wajib Tahu Undang-undang Merokok

Peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Perokok Wajib Tahu Undang-undang Merokok

NASIONAL
Peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Ini Alasan Rokok Masih Beredar Luas

Peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Ini Alasan Rokok Masih Beredar Luas

NASIONAL

BERITA TERKINI

Loading..
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ARTIKEL TERPOPULER





Foto Update Icon
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT