Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan yang juga Ketua Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, volatilitas global pada April 2020 sudah mulai mereda. Tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, serta yield obligasi selama bulan Maret 2020 juga mulai mereda di bulan April 2020. Per 30 April 2020, rupiah menguat sebesar 10,21 persen dibandingkan 23 Maret 2020.
Tetapi meskipun volatilitas sektor keuangan mulai mereda, menurut Sri Mulyani ketidakpastian masih cukup tinggi, mengingat hingga saat ini penyelesaian Covid-19 masih belum dapat dipastikan. Harga komoditas terutama minyak mentah masih bergejolak, bahkan diproyeksikan masih terjadi pemburukan aktivitas ekonomi.
Berbagai lembaga memprakirakan pertumbuhan ekonomi global terkoreksi tajam masuk zona resesi. Economist Intelligence Unit (EIU) memperkirakan perekonomian global terkontraksi hingga -2,2 persen. Sementara IMF memprakirakan ekonomi global -3,0 persen. Lembaga rating memangkas sovereign rating sejumlah negara, antara lain Meksiko (dari BBB+ outlook negatif menjadi BBB outlook negatif), Malaysia (dari A- outlook stable menjadi outlook negatif), dan Inggris (dari AA outlook negatif menjadi AA- outlook negatif).
“Sejumlah indikator ekonomi masih relatif baik, meskipun risiko dampak Covid-19 terhadap perekonomian tetap perlu diwaspadai,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Senin (11/5/2020).
Menkue menjabarkan, perkembangan data makroekonomi dan moneter Indonesia menunjukkan tingkat inflasi April 2020 tercatat di level 2,67 persen (yoy). Sementara, neraca perdagangan triwulan I – 2020 masih mencatatkan surplus sebesar USD 2,62 miliar.
Cadangan devisa per April 2020 tercatat di level USD 127,9 miliar, turun dibandingkan posisi bulan Desember 2019 di level USD 129,2 miliar terutama disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri Pemerintah serta keperluan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Dari sisi fiskal, di tengah tekanan eksternal sepanjang triwulan I – 2020, realisasi pendapatan di APBN mencapai 16,8 persen terhadap APBN atau tumbuh 7,7 persen. Namun Penerimaan Pajak telah terdampak dengan mengalami pertumbuhan negatif 2,5 persen. Penyerapan Belanja Negara mencapai 17,8 persen atau tumbuh 0,1 persen, sementara defisit APBN tercatat sebesar Rp76,4 triliun (0,45 persen terhadap PDB).
Sumber: BeritaSatu.com