Jakarta, Beritasatu.com - Dewan Periklanan Indonesia (DPI) mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk mulai merancang Undang-Undang Periklanan, yang akan mengatur pembuatan konten yang sesuai dengan budaya Indonesia. UU ini nantinya bisa mengatur seluruh pihak yang memiliki kepentingan di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Televisi Siaran Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution, belum lama ini mengatakan, bahwa Indonesia masih belum mampu menerapkan aturan untuk mengendalikan peredaran rokok. Bahkan di dunia digital pun, iklan yang menawarkan produk ini masih marak ditemukan.
Sementara Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Agung Suprio pun memiliki pendapat serupa bahwa peraturan periklanan yang ketat seharusnya tidak hanya mengatur media penyiaran terestrial saja, tetapi juga media baru. Hal ini dilakukan demi memberikan perlindungan yang utuh kepada masyarakat atau kepada publik khususnya kepada anak-anak.
“KPI kemudian mengatakan ingin mengatur media baru yang bersiaran, tetapi hal ini mendapat penolakan dari sebagian masyarakat karena mereka tidak memahami pesan yang utuh dari KPI. Mereka hanya ingin agar kebebasan mereka tidak direbut,” tutur Agung Suprio.
Senada dengan Agung, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, Indonesia masih belum mampu menerapkan aturan untuk mengendalikan peredaran iklan rokok yang marak ditemukan di media digital.
"Anak-anak kini marak menggunakan media sosial, iklan rokok marak ditampilkan tanpa bisa dikendalikan waktunya tidak seperti di televisi. Mereka kini lebih mudah mengakses pesan iklan rokok, dan menjadi salah sasaran. Ini menjadi santapan empuk industri rokok,” tukas Tulus Abadi.
Sumber: BeritaSatu.com