Jakarta, Beritasatu.com - Tenaga Ahli Utama Kedeputian Bidang Ekonomi Kantor Staf Presiden Edy Priyono mengatakan Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tahun ini masih mengalami kontraksi antara nol hingga minus dua persen.
Angka ini sebagai kelanjutan rapor merah pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua yang bertumbuh minus 5,32 persen.
"Jika hingga akhir September hasil minus itu benar terjadi, maka dua kuartal secara berturut pertumbuhan ekonomi Indonesia minus. Para ekonom menyebutnya sebagai resesi," kata Edy Priyono dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/8/2020).
Baca juga: Perekonomian Rapuh, Sri Mulyani Proyeksi Kuartal III Minus 2%
Bila dilihat sepintas, lanjut Edy, kondisi tersebut memberikan kesan mengkhawatirkan. Namun kalaupun prediksi itu memang terjadi, menurut Edy bukan berarti sebuah "kiamat".
Rapor merah pertumbuhan ekonomi di Indonesia, minusnya masih relatif lebih kecil dibandingkan negara-negara besar. Seperti Singapura, pada kuartal dua kemarin mendapat minus 42,9 persen. Tak terkecuali Malaysia yang mendapat angka minus 17,1 persen. Bahkan Amerika Serikat harus menerima pil pahit dengan kontraksi mencapai minus 32,9 persen.
"Tanpa bermaksud meremehkan resesi, saya melihat adanya perbaikan pada pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga jauh lebih penting," ujar Edy Priyono.
Daripada langsung menyebut resesi, menurut Edy, jika capaian kuartal ketiga ini lebih baik dibandingkan durasi sebelumnya, maka pemerintah berhasil menunjukkan upaya perbaikan. Kondisi itu akan sangat menentukan langkah Indonesia ke depan menuju pemulihan ekonomi.
Sejalan dengan hal itu, diungkapkan Edy, Kantor Staf Presiden sejak dua bulan lalu terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang besarnya Rp 695 triliun.
Bahkan, Edy menambahkan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko telah mengintruksikan pembentukan tim kecil untuk memantau secara detil pelaksanaan program PEN.
"Tugas utama KSP melakukan debottlenecking, bekerjasama dengan Kementerian dan Lembaga menemukan solusi seperti mendorong percepatan penyusunan DIPA. Sehingga program PEN dapat segera direalisasikan," jelas Edy Priyono.
Baca juga: Ekonomi Indonesia Diyakini Bisa Lebih Cepat Pulih
Selain itu juga pemerintah saat ini fokus mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi agar Indonesia tidak mengalami kontraksi ekonomi terlalu dalam. Edy menjelaskan, perkembangan konsumsi dalam negeri sangat ditentukan oleh konsumsi rumah tangga kelompok menengah ke atas.
Memang, peningkatan konsumsi pada kalangan ini sangat bergantung pada kondisi penyebaran Covid-19 di Indonesia. “Daya beli praktis tidak menjadi masalah bagi mereka. Jika mereka yakin kondisi aman, konsumsi mereka akan naik secara berarti." ungkap Edy Priyono.
Sedangkan untuk meningkatkan konsumsi pada masyarakat kelas menengah, pemerintah telah menggelontorkan sejumlah program bantuan tunai langsung. "Untuk kelas menengah ke bawah, masalahnya mau belanja, tetapi uangnya sedikit. Bantuan tunai pemerintah diharapkan mereka pakai untuk belanja," terang Edy Priyono.
Dijelaskannya, pandemi yang sedang terjadi saat ini menumbuhkan kesadaran pentingnya membangun pusat ekonomi secara merata di seluruh Indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi tidak hanya berpusat di Jawa saja. Hal ini sejalan dengan upaya yang dilakukan pemerintah selama ini dengan membuka konektivitas dengan membangun infrastruktur di berbagai daerah.
"Pembangunan infrastruktur akan memunculkan pusat-pusat ekonomi baru. Jadi apa yang dilakukan pemerintah saat ini sudah tepat," tutur Edy Priyono.
Baca juga: Jokowi: Kepala Daerah Harus Tahu Kapan "Mengegas dan Mengerem" Ekonomi
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pemerintah berusaha all out untuk fokus pada indikator konsumsi dan investasi untuk menghindari ancaman resesi ekonomi. Menkeu menjelaskan, penanganan pandemi dan eksekusi program PEN yang efektif, serta stabilitas tingkat inflasi diharapkan mampu mengembalikan aktivitas belanja dan mobilitas secara normal.
Sri Mulyani mengatakan, beberapa indikator mobilitas masyarakat memang sudah menunjukkan adanya tren pemulihan, tapi belum pada level yang netral. Tempat belanja kebutuhan sehari-hari jauh lebih cepat pemulihannya. Bahkan indeks keyakinan konsumen masih terdapat optimisme seiring tren perbaikan.
Indeks keyakinan konsumen di bulan Juli, mengindikasikan optimisme konsumen membaik, disebabkan menguatnya ekspektasi konsumen terhadap perkiraan kondisi ekonomi saat ini, yakni terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan pembelian barang tahan lama.
Sri Mulyani juga menegaskan, ekspor diperkirakan lebih baik, seiring pemulihan kinerja ekonomi global. Ekspor didorong melalui perluasan negara tujuan potensial ekspor serta pengembangan pariwisata. Sementara itu, impor diarahkan pada pemenuhan kebutuhan domestik sesuai dengan prioritas nasional, terutama untuk bahan baku dan barang modal.
Sumber: BeritaSatu.com