Jakarta, Beritasatu.com - Pandemi virus corona (Covid-19) telah membuat sejumlah negara tumbang dan jatuh ke jurang resesi, tak terkecuali Indonesia. Kementerian Keuangan (Kemkeu) pada September ini mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 menjadi -1,7% hingga -0,6% secara (year on year/yoy). Persentase itu lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yang -1,1% hingga masih bisa positif 0,2%.
Pada kuartal III 2020, ekonomi Indonesia diproyeksi terkontraksi -2,9% hingga -1,0%. Sebelumnya, ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 tumbuh sebesar 2,97% dan kuartal II 2020 menyusut -5,32%.
"Forecast terbaru kita untuk bulan September untuk tahun 2020 adalah pada kisaran -1,7% hingga -0,6%. Ini artinya negatif teritori akan terjadi pada kuartal III dan mungkin juga masih akan berlangsung untuk kuartal IV yang diupayakan bisa mendekati 0% ataupun positif," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita September 2020, Selasa (22/9/2020).
Adapun, dari lima institusi internasional yang melakukan proyeksi atas ekonomi Indonesia, hanya satu lembaga yang memproyeksikan ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh positif 0% yakni oleh Bank Dunia. Sedangkan, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan -0,3%, Bloomberg Median -1,0%, Asian Development Bank (ADB) juga -1,0%. Namun, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) melakukan revisi proyeksi yakni -3,3% dari sebelumnya -3,9% hingga -2,8%.
Namun demikian, untuk tahun depan, Sri Mulyani menyebutkan, proyeksi ekonomi Indonesia masih sesuai dengan RUU APBN di rentang 4,5% hingga 5,5%. Begitupun dengan institusi lain yang melakukan proyeksi untuk Indonesia dengan rata-rata tumbuh di 5% hingga 6%.
"Semua forecast ini sangat tergantung bagaimana perkembangan kasus Covid dan bagaimana ini akan mempengaruhi aktivitas ekonomi," ujarnya.
Secara rinci, Sri Mulyani menyebutkan, dari berbagai komponen hanya konsumsi pemerintah yang diproyeksi tumbuh positif. Sedangkan, konsumsi konsumsi RT (rumah tangga), dan LNPRT (Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga), PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto), ekspor, dan impor semuanya diproyeksikan tumbuh negatif. Peningkatan kinerja konsumsi pemerintah tersebut didorong oleh kebijakan belanja atau ekspansi sebagai cara untuk counter cyclical atau menjaga kestabilan ekonomi di tengah ancaman resesi ekonomi dunia.
Sumber: BeritaSatu.com