Jakarta, Beritasatu.com - Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, telah mengambil sikap untuk tidak memberikan pajak mobil baru sebesar 0 persen, seperti yang diusulkan oleh industri maupun Kementerian Perindustrian (Kemperin).
Sri Mulyani menilai, sudah banyak insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada sektor yang tertekan akibat pandemi Covid-19.
Mengomentari sikap pemerintah tersebut, Presiden Direktur PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI), Naoya Nakamura menyampaikan, MMKSI mendukung dan berusaha berjalan beriringan dengan pemerintah. Ia meyakini keputusan yang diambil pemerintah merupakan sebuah upaya untuk memperbaiki perekonomian, terutama di saat pandemi seperti saat ini.
"Meski relaksasi pajak mobil baru saat ini tidak dikeluarkan, pemerintah kemungkinan akan mengambil langkah lain untuk membantu sektor industri yang diharapkan dapat membantu industri otomotif yang terdampak pandemi di tahun ini," kata Naoya Nakamura di sela acara Mitsubishi Xpander Exclusive Preview, Selasa (20/10/2020).
Sementara itu menurut Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi, usulan kepada pemerintah agar memberikan relaksasi pajak bagi industri otomotif sebetulnya untuk mendorong permintaan yang sedang melemah. Sebab ia menilai masyarakat sebetulnya punya uang untuk membeli mobil baru. Hanya saja mereka masih menahan diri untuk membeli, sehingga diperlukan trigger atau pendorong.
"Pajak itu sebetulnya bermacam-macam, mulai dari pajak bea masuk, Pajak Penjualan Atas Mobil Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak kendaraan bermotor (PKB), dan sebagainya. Relaksasi pajak yang kami usulkan lewat Kemperin ini tujuannya agar industri otomotif tidak kolaps, sehingga sampai melakukan hal-hal yang kita semua tidak inginkan. Kami juga bukan minta support, tapi kami bilang kontribusi kami kepada pemerintah (dalam bentuk pajak) kalau bisa dikurangi dulu, supaya minat masyarakat untuk membeli mobil kembali lagi,” kata Yohannes Nangoi.
Bila kemudian Kementerian Keuangan menolak usulan Gaikindo dan juga Kemenperin, Yohanes mengaku tak bisa berbuat apa-apa selain tetap mengoptimalkan kegiatan marketing untuk mendongkrak penjualan. "Yang kita sampaikan ini adalah harapan. Kalau pemerintah akhirnya tidak bisa menerima, ya kami tidak bisa berbuat apa-apa. Itu wewenang pemerintah,” imbuhnya.
Namun, Yohanes mengkhawatirkan nasib industri otomotif yang sangat terpukul akibat pandemi Covid-19. Hingga September 2020, penjualan wholesales baru mencapai 372.046 unit. Padahal di periode sama tahun lalu, penjualannya sebanyak 755.094 unit.
"Kalau kita bandingkan dengan negara-negara di Asean, Indonesia yang biasanya nomor satu, sekarang ini jadi nomor empat. Penjualan kita sampai September turun 50 persen. Di Thailand dan Malaysia, sekarang ini penjualan mobil barunya sudah lebih tinggi dibandingkan sebelum Covid-19. Ini karena salah satunya pemerintah di sana memberikan keleluasaan dalam hal pajak,” kata Yohannes.
Di Indonesia, lanjut Yohannes, kemampuan memproduksi mobil baru bisa mencapai 2,4 juta unit. Namun akibat permintaan yang melemah, Yohannes memprediksi pada tahun ini yang bisa diproduksi hanya sekitar 500.000-an unit saja. Padahal ada sekitar 1,5 juta pegawai yang bekerja di sektor otomotif, ditambah lagi dengan pegawai di industri lain yang ada kaitannya dengan otomotif seperti perusahan pembiayaan dan asuransi.
“Kalau produksinya hanya sampai 20 persen, ini kondisi yang sulit. Yang kami khawatirkan, perusahan otomotif akan melakukan tindakan penghematan operasional,” kata Yohannes.
Sumber: BeritaSatu.com