Jakarta, Beritasatu.com - Pertumbuhan industri perbankan dan keuangan syariah cukup terkendali meski di masa pandemi Covid-19. Bahkan resesi yang begitu besar dan anjloknya daya beli tak menyurutkan pertumbuhan kinerja di sektor keuangan syariah, hingga berhasil menyalip pertumbuhan keuangan konvensional.
"Perkembangan syariah seperti tidak kenal keadaan ekonomi. Ekonomi lagi rendah, tapi perbankan syariah dibanding konvensional tumbuh dua kali lipat. Syariah tumbuh 9,93 persen, konvensional cuma 5 persen. Keadaan lagi susah kita (syariah) better dari konvensional, keadaan lagi bagus bisa seimbangi konvensional," ucap Founder dan CEO PT Karim Consulting Indonesia, Adiwarman Karim dalam diskusi panel dengan tema “Kinerja Bisnis Syariah di Tengah Pandemi” yang disiarkan langsung BeritaSatu TV, Selasa (20/10/2020).
Adiwarman mengatakan outlook perbankan syariah tahun ini akan menampilkan wajah industri perbankan syariah yang secara signifikan berbeda. Hal ini didukung sejumlah inisiatif yang melibatkan bank syariah. Ada sembilan inisiatif yang melibatkan 21 bank syariah. Salah satunya penandatangan perjanjian penggabungan bersyarat tiga bank syariah BUMN, yaitu BNI Syariah, BRI Syariah dan Bank Syariah Mandiri. Selain merger, inisiatif lainnya berupa spin off, konversi, dan penguatan digitalisasi. Lalu ada dua bank yang meniru tiga bank unit usaha syariah untuk pengembangannya. Dua-duanya milik BPD. Hal ini luar biasa karena BPD meniru platform bisnis model syariah. "Ini kesempatan ketika semua lagi susah sektor keuangan dan asurasni. Ini ada kesempatan bagus ada sembilan inisiatif libatkan 21 bank, jangan sampai kesempatan ini lewat begitu saja," imbuh Adiwarman.
Dia mengatakan perkembangan ini salah satu hikmah dari pandemi. Sejumlah inisiatif itu dilakukan pada saat industri keuangan secara keseluruhan mengalami fase konsolidasi.
Sementara aset keuangan syariah global mencapai US$ 2,52 triliun pada 2018 atau meningkat 3,5% dari tahun sebelumnya, yaitu US$ 2,46 triliun. Setiap tahunnya, aset industri keuangan syariah dunia diperkirakan bertumbuh 5,5% secara rata-rata, dan akan menembus US$ 3,47 triliun di 2024.
Indonesia sendiri pada tahun 2018 mencatatkan total aset keuangan syariah US$ 86 miliar, meningkat US$ 4 miliar (4,88%) dari tahun sebelumnya. Kenaikan aset tersebut menempatkan Indonesia pada posisi ke-7 dengan total aset keuangan syariah terbesar di dunia.
Namun Adiwarman menilai meski berada di posisi tujuh alias di bawah Malaysia yang berada di posisi tiga dengan aset US$ 521 miliar, Indonesia punya potensi bertumbuh yang jauh lebih besar ke depannya. "Jangan salah, kita (Indonesia) masuk negara G-20 dan di antara 10 aset terbesar syariah cuma ada tiga negara yang G-20, Indonesia, Saudi Arabia, dan Turki. Dari tiga negara ini yang berpotensi maju ke negara lima besar hanya Indonesia," ungkapnya.
Ketua Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia Tatang Nurhidayat mengakui, ketahanan industri asuransi syariah sampai Agustus tercatat lebih baik daripada asuransi konvensional, meski ada tekanan di sisi investasi tahun ini. "Tapi, dari segi yang lainnya masih cukup baik. Pertumbuhan bisnis baru masih cukup baik dibandingkan asuransi konvensional. Kalau konvensional negatif, tapi di syariah masih positif. Kita bisa lihat ketahanan asuransi syariah masih bisa lebih baik dibandingkan ketahanan asuransi konvensional," ungkap Tatang.
Tak hanya di perbankan, asuransi syariah saat ini juga diramaikan dengan aksi korporasi khususnya terkait pemisahan unit usaha syariah. Bahkan, ke depannya ada inisiatif pembentukan asuransi syariah berskala internasional. "Ini sedang digodok, diharapkan setelah merger bank syariah kita lanjut terkait pembentukan asuransi syariah berskala internasional," jelas Tatang.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Mandiri Manajemen Investasi Alvin Pattisahusiwa mengatakan, kenaikan animo masyarakat Indonesia atas jasa keuangan syariah juga terjadi di instrumen pasar modal. Terbukti bahwa dalam tiga tahun terakhir ada kenaikan jumlah reksa dana signifikan yang berbasis syariah hingga 56% atau sebanyak 284 produk. Sedangkan, reksa dana konvensional pertambahannya hanya 21%.
"Artinya dua kali lipat pertambahannya di reksa dana syariah. Bahkan dari aset dana kelolaannya untuk reksadana syariah per September Rp 71 triliun dalam tiga tahun terakhir itu pertumbuhannya 153%. Kalau konvensional Rp 438 triliun, tumbuh 2,1%. Jadi, kita melihat reksa dana syariah cukup baik dan fantastis diminati oleh para investor," kata Alvin.
Investor pasar saham sambungnya juga memberikan respon positif terkait merger tiga bank syariah pelat merah. Di mana, dengan penggabungan ini maka pangsa pasar syariah akan lebih besar dan bisa bersaing lebih kompetitif di skala regional. "Oleh karena itu, peluangnya masih cukup besar. Dari Bank Syariah Mandiri dilihat dari net profit seperti tidak kena pandemi, laba masih positif, begitu juga dengan BNI Syariah dan BRI Syariah," pungkasnya.
Sumber: BeritaSatu.com