Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki mengungkapkan, saat ini rasio wirausaha nasional baru sekitar 3,47% dari total penduduk Indonesia. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara tetangga di kawasan ASEAN, seperti Malaysia 4,74%, Thailand 4,26%, dan Singapura 8,76%.
“Persentase penduduk kita yang berwirausaha masih rendah, meskipun jumlah pelaku UMKM kita terbanyak di ASEAN. Ini karena mungkin yang lebih besar di kita adalah sektor mikro, sektor informal, dan juga ekonomi subsisten,” kata Teten Masduki dalam acara Festival Virtual Kewirausahaan Astra, Rabu (21/10/2020).
Karenanya, fokus pemerintah saat ini adalah menyiapkan UMKM dengan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, serta ekosistem yang memungkinkan UMKM bisa lebih berkembang. Antara lain memberikan kemudahan akses kepada pembiayaan, akses ke pasar, akses pengembangan teknologi produksi, akses pengembangan kewirausahaan, dan juga didukung oleh rantai pasok yang memadai.
“Ini semua yang sekarang kita address melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Melalui undang-undang ini, kita harapkan UMKM kita mengalami transformasi dari informal ke formal, dari usaha kecil perorangan menjadi per koperasi dalam skala ekonomi, dan juga bertransformasi dari offline ke digital,” kata Teten.
Mendorong UMKM go online saat ini juga menjadi fokus pemerintah. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, terbukti bahwa UMKM yang memanfaatkan platform digital untuk berjualan bisa lebih kuat bertahan. Jumlah masyarakat yang belanja online juga terus meningkat.
Berdasarkan dara McKinsey, penjualan di marketplace online pada kuartal II-2020 mengalami peningkatan 26% dibandingkan kuartal II-2019, dengan rata-rata 3 juta transaksi per hari. “Digitalisasi menjadi sangat penting bagi UMKM. Dengan terhubung ke ekosistem digital, UMKM bisa menjangkau pasar yang lebih luas. Dari informasi yang disampaikan teman-teman marketplace online, saat ini 97% wilayah Indonesia juga sudah bisa dijangkau oleh perdagangan digital,” kata Teten.
Melalui berbagai program yang dijalankan, saat ini jumlah UMKM yang sudah memanfaatkan platform digital telah meningkat jadi 10,25 juta pelaku usaha. Namun menurut Teten, angka ini masih relatif rendah atau baru 16% dari total pelaku UMKM di Indonesia yang mencapai sekitar 64 juta.
Rantai Pasok Global
Dalam pengembangan UMKM dan juga perusahaan rintisan (startup), Teten menyampaikan pendekatannya berbasis pada kawasan, komunitas, dan juga berbasis supply chain. “Dari pengalaman Jepang, Korea dan Tiongkok, kenapa ekspor mereka sangat besar? Sebab di sana UMKM-nya diarahkan untuk jadi supplier, menjadi bagian dari rantai pasok global. Ini yang saya kira harus kita lakukan juga, supaya permintaan terhadap produk UMKM kita semakin meningkat,” kata Teten.
Selama masa pandemi Covid-19 ini, berbagai dukungan juga diberikan Pemerintah untuk UMKM, mulai dari restrukturisasi kredit, hingga bantuan permodalan. Presiden juga sudah memerintahkan agar belanja pemerintah, lembaga BUMN dan juga daerah memprioritaskan produk-produk UMKM. Kerja sama telah dilakukan dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) agar ada laman khusus e-katalog produk UMKM. “Dalam Undang-Undang Cipra Kerja, sekarang ditetapkan 40% belanja kementerian dan lembaga dialokasikan untuk UMKM. Ini cukup besar nilainya, bisa sampai antara Rp 350 triliun sampai Rp 400 triliun per tahun lewat LKPP,” kata Teten.
Sumber: BeritaSatu.com