Jakarta, Beritasatu.com - Menanggapi gugatan terhadap PT Pertamina (Persero) terkait pembentukan subholding, pakar hukum, Yusril Ihza Mahendra menilai, gugatan itu prematur. Seperti diketahui, berbagai pihak mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri atas rencana Pertamina tersebut.
"Menurut saya belum final, memang sudah ada tahapan-tahapan yang dilalui tapi belum sampai pada tahapan yang akhir sehingga gugatan ke pengadilan itu terlalu prematur, karena belum pada tahapan yang bisa digugat, karena ini masih berjalan prosesnya," kata Yusril dalam webinar, Kamis (22/10/2020).
Adapun, untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum dalam proses restrukturisasi, maka Yusril berpesan agar tim Pertamina bisa lebih detail dan terbuka agar tidak ada yang dirugikan, baik karyawan maupun masyarakat.
"Langkah restrukturisasi subholding sudah pasti ada yang setuju ada yang tidak, ada yang merasa diuntungkan dirugikan itu biasa," kata dia.
Terkait aspek hukum, Senior Vice President-Corporate Communications & Investor Relations at PT Pertamina, Agus Suprijanto menampik bahwa restrukturisasi ini melanggar hukum. Karena menurutnya ini sudah dilakukan sesuai dengan mekanisme korporasi dengan melibatkan seluruh organ perusahaan seperti direksi, dewan komisaris, dan RUPS.
"Belum adanya pengalihan kepemilikan atas saham dan aset secara hukum. Lalu kalau dilihat dari undang-undang PT Pasal 1 Ayat 9. Jadi, posisi kami saat ini menilai tidak ada hal yang dilanggar dalam konteks hukum," ujarnya.
Adapun sub-holding yang telah dibentuk yakni upstream subholding yang operasionalnya diserahkan kepada PT Pertamina Hulu Energi, Gas Subholding (PT Perusahaan Gas Negara), Refinery & Petrochemical Subholding (PT Kilang Pertamina Internasional), Power & NRE Subholding (PT Pertamina Power Indonesia) dan Commercial & Trading Subholding (PT Patra Niaga). Selain itu juga terdapat Shipping Company yang operasionalnya diserahkan kepada PT Pertamina International Shipping.
Sumber: BeritaSatu.com