Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari memastikan program Kartu Prakerja yang telah dijalankan sudah tepat sasaran. Program yang bersifat semi-bansos ini telah membantu mempertahankan status kebekerjaan pesertanya, serta mengurangi laju pengangguran di tengah pandemi Covid-19.
Denni Puspa memaparkan, per Februari 2020, 41% peserta Kartu Prakerja yang disurvei mengaku tidak bekerja sebelum mengikuti program. Kemudian saat disurvei pada Agustus hingga Oktober 2020, 13% dari peserta yang tidak bekerja tersebut telah berubah statusnya dari menganggur menjadi bekerja. Survei evaluasi I ini melibatkan sekitar 2,4 juta peserta Kartu Prakerja.
“Berdasarkan data Februari, ada sekitar 59% peserta program Kartu Prakerja yang memiliki pekerjaan. Ketika disurvei pada Agustus hingga Oktober 2020, sebanyak 42% peserta yang bekerja berhasil mempertahankan pekerjaannya,” papar Denni Puspa dalam seminar Peran Program Kartu Prakerja dalam Pembangunan SDM di Masa Pandemi, Selasa (3/11/2020).
Terkait pemanfaatan insentif Kartu Prakerja, Denni memaparkan sebanyak 96% memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan, 75% untuk membayar listrik, dan 63% untuk modal usaha.
Survei evaluasi II juga kembali dilakukan pada 4-31 Oktober 2020 dengan melibatkan sekitar 300.000 peserta. Dari survei tersebut, terlihat bahwa program Kartu Prakerja juga telah mendorong kewirausahaan, di mana 25% dari peserta yang disurvei mengaku telah menjadi wirausaha setelah mengikuti pelatihan Kartu Prakerja.
Status Kepesertaan Dicabut
Hingga 10 gelombang pendaftaran, program Kartu Prakerja telah berhasil mendapatkan lebih dari 5,59 juta peserta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,2 juta peserta sudah membeli pelatihan, 4,94 juta telah menyelesaikan minimal satu pelatihan, dan 4,9 juta peserta telah menerima insentif. Total insentif yang sudah disalurkan sebanyak Rp 5,7 triliun.
Denni menambahkan, hingga gelombang ke-10, kuota untuk peserta Kartu Prakerja di tahun ini sebetulnya sudah terpenuhi. Namun ada hampir 400.000 peserta yang statusnya dicabut lantaran tidak memenuhi ketentuan program Kartu Prakerja.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 tahun 2020, setiap penerima Kartu Prakerja wajib menggunakan bantuan untuk mengikuti pelatihan pertama dalam waktu 30 hari sejak menerima Kartu Prakerja. Apabila tidak melakukan hal ini, maka kepesertaannya akan dicabut.
“Kami telah membuka pendaftaran gelombang ke-11 untuk menggantikan peserta yang status kepesertaannya dicabut,” jelas Denni.
Dalam acara yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan dan UMKM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rudy Salahuddin juga menyampaikan, melalui Program Kartu Prakerja, kompetensi para pencari kerja baru, pencari kerja yang alih profesi, atau korban PHK diharapkan bisa ditingkatkan di masa pandemi Covid-19 ini. Tentunya untuk bisa membawa dampak jangka menengah dan panjang.
”Kartu Prakerja pada hakikatnya disiapkan untuk mengurangi gap antara kompetensi SDM dan kebutuhan dunia kerja,” kata Rudy Salahuddin yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pelaksana Program Kartu Prakerja.
Sebagai informasi, Program Kartu Prakerja adalah bantuan biaya pelatihan untuk mengembangkan kompetensi, produktivitas, daya saing dan kewirausahaan angkatan kerja Indonesia. Kartu Prakerja tidak menggunakan kartu fisik, namun 16 angka unik seperti dalam kartu kredit, yang saldonya bisa dipakai untuk membayar pelatihan. Sasaran penerima Kartu Prakerja adalah WNI berusia 18 tahun ke atas dan tidak sedang sekolah/kuliah.
Guna merespon dampak pandemi Covid-19, Kartu Prakerja bersifat semi-bansos. Setiap penerima Kartu Prakerja mendapatkan bantuan biaya pelatihan sebesar Rp 1 juta, insentif pasca-pelatihan sebesar Rp 2,4 juta. Insentif tersebut dibayarkan secara bertahap dalam waktu 4 bulan dengan besaran Rp 600.000 setiap bulannya, serta insentif pasca-survei maksimal sebesar Rp 150.000 untuk tiga survei evaluasi.
Sumber: BeritaSatu.com