Jakarta, Beritasatu.com - Kementerian Perdagangan memaparkan berbagai potensi peningkatan ekonomi yang bisa didapat Indonesia dari hasil penandatanganan perjanjian dagang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menuturkan, perundingan RCEP diharapkan dapat menjadi katalis bagi Indonesia untuk memasuki rantai pasok dunia atau global value chain secara lebih dalam sehingga mampu membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional pasca-Covid-19. Hal tersebut dapat terwujud seiring dengan dijadikannya program penguatan daya saing sebagai agenda tetap di semua hal yang terkait dengan sektor perekonomian, mulai dari barang dan jasa, korporasi besar dan kecil (UMKM), hingga pemerintah dan swasta.
Mengutip kajian sebuah lembaga swasta pada September 2020, Agus mengatakan potensi peningkatan ekonomi ini bisa didapat Indonesia pada tahun kelima sejak ratifikasi perjanjian RCEP. “RCEP berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia ke negara-negara peserta sebesar 8%-11% dan investasi ke Indonesia sebesar 18%-22%,” katanya dalam konferensi pers penandatangan perjanjian RCEP, Minggu (15/11/2020).
Berdasarkan data ekspor Indonesia ke negara yang tergabung dalam RCEP selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan 7,35%. Pada 2019, total ekspor nonmigas ke kawasan RCEP mewakili 56,51% total ekspor Indonesia ke dunia senilai US$ 84,4 miliar dan 655,79% dari total impor Indonesia secara global senilai US$ 102 miliar.
Selain itu, adanya RCEP ini jelasnya akan memberikan efek serta sinyal yang positif kepada pelaku usaha, mengingat RCEP memiliki pangsa pasar 29,6% penduduk dunia atau 32% dari GDP dunia. Bahkan menurutnya, kegiatan bisnis pun akan terkonsentrasi di Asia. Tak hanya itu, dia juga mengatakan FDI di RCEP mencapai 29,8% dari FDI dunia dan mencakup 7,4% dari perdagangan dunia.
“Hal ini juga nantinya akan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan, dan meningkatkan PDB 2021-2032 akan naik sekitar 0,05%, kalau tidak ada RCEP akan turun 0,07%. Memberikan welfare gain sebesar US$ 1,52 miliar bagi Indonesia. Ini juga akan memfasilitasi mendorong pembangunan kapasitas ekonomi dan kemampuan UKM dalam kawasan RCEP ini,” jelas Agus.
Kendati begitu, Agus menekankan potensi ini bisa ditangkap bila koordinasi bisnis di dalam negeri mendukung dan terhubung. Mulai dari dunia usaha besar hingga UMKM, pemerintah, dan lainnya. “Tak ada cara lain untuk memetik manfaat RCEP secara maksimal, selain meningkatkan daya saing dan itulah yang dilakukan negara-negara pesaing kita secara terus menerus,” tegas dia.
Adapun, RCEP melibatkan 10 negara ASEAN dengan lima mitra dagang lain yaitu Tiongkok, Korea Selatan, Australia, Jepang, dan Selandia Baru. India yang seharusnya ikut serta dalam perjanjian ini memutuskan untuk menarik diri tahun lalu. Meski begitu, Agus mengatakan masih ada opsi India ikut bergabung dalam RCEP kembali.
Di sisi lain, Mendag memastikan Indonesia tidak mengalami banjir impor karena kita semua negara sepakat untuk melindungi supaya ada keseimbangan dari impor khususnya trade balance. “Kita tidak akan ada kebanjiran impor. Ini akan memudahkan supply chain. Ini akan bawa dampak positif sehingga impor dan ekspor akan meningkat. Impor pun untuk akses bahan baku dan itu akan meningkatkan PDB kita,” kata Agus.
Agus mengatakan, perjanjian RCEP menjadi proses panjang perundingan yang dilakukan di dalam paripurna sebanyak 31 putaran. Selain itu, perjanjian kerjasama itu juga dilakukan di dalam perundingan intersesi tingkat group maupun tingkat menteri. “Kerja keras kita selama delapan tahun menghasilkan setebal 14.367 halaman, terbagi dari dalam 20 bab dan 54 komitmen yang mengikat 15 negara pesertanya,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan sekaligus Ketua Tim Perundingan RCEP Iman Pambagyo mengatakan, saat ini ratifikasi dari perjanjian dagang RCEP tengah dipersiapkan dan membutuhkan waktu 90 hari. Di mana, saat ini masih dalam proses penerjemahan dokumen yang diserahkan ke presiden dan DPR. Lalu, nantinya dituangkan ke dalam undang-undang atau peraturan pemerintah.
“Prosesnya akan melalui DPR dan nanti akan lewat bentuk undang-undang atau Peraturan Pemerintah. Kita perlu lihat perjanjian ini secara holistik, manfaatnya secara secara balance. Pembahasan akan cukup dalam dan itu wajar,” imbuh Iman.
Sebagai informasi, perjanjian perdagangan RCEP baru saja diteken oleh para menteri perdagangan dan menteri yang mewakili pada Minggu (15/11/2020). Penandatanganan juga disaksikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com