Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menegaskan, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional 15 negara atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) tidak akan membuat impor membengkak. RCEP adalah blok perdagangan bebas terbesar di dunia yang beranggotakan ASEAN, Australia, Selandia Baru, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan.
Agus mengatakan RCEP akan mendorong Indonesia lebih jauh ke dalam rantai pasok global (global supply chain) dengan memanfaatkan backward linkage, yakni memenuhi kebutuhan bahan baku atau bahan penolong yang lebih kompetitif dari negara RCEP lainnya; dan forward linkage, yakni dengan memasok bahan baku atau bahan penolong ke negara RCEP lainnya. Mendag Agus yakin hal tersebut akan mengubah RCEP menjadi sebuah ‘regional power house’.
“Indonesia harus memanfaatkan arah perkembangan ini dengan segera memperbaiki iklim investasi, mewujudkan kemudahan lalu-lintas barang dan jasa, meningkatkan daya saing infrastruktur dan suprastruktur ekonomi, dan terus mengamati serta merespons tren konsumen dunia,” kata Agus Suparmanto dalam keterangan resminya, Senin (16/11/2020).
Mendag juga memastikan Indonesia tidak akan mengalami banjir impor karena semua negara yang tergabung dalam perjanjian RCEP sepakat untuk melindungi supaya ada keseimbangan dari impor, khususnya trade balance.
“Kita tidak akan ada kebanjiran impor. Ini akan memudahkan supply chain. Ini akan bawa dampak positif sehingga impor dan ekspor akan meningkat. Impor pun untuk akses bahan baku dan itu akan meningkatkan PDB kita,” kata Agus.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo juga melihat perjanjian RCEP ini justru akan membuka peluang yang semakin besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kinerja ekspor.
“Mungkin kita masih ada impor untuk bahan baku yang tidak bisa menghasilkan sendiri. Tapi yang penting, ekspornya didorong kuat-kuat. Karena kalau kita bicara ancaman impor, semua negara RCEP sebetulnya juga mengalami ancaman impor. Jadi saya cenderung melihat bagaimana kita menempatkan RCEP untuk mendorong ekspor sebesar-besarnya. Kalau kita lihat Vietnam, impornya besar sekali, tetapi ekspornya berkali-kali lipat. Jadi saya cenderung melihat dari aspek itu,” kata Imam.
Proses Ratifikasi
Perjanjian RCEP sudah ditandatangani pada 15 November 2020. Tetapi untuk bisa sepenuhnya berlaku, kesepakatan ini masih membutuhkan proses ratifikasi perundang-undangan. Kementerian Perdagangan menargetkan terjemahan naskah (teks) perjanjian dagang RCEP setebak 14.367 halaman bisa selesai dalam dua bulan ke depan agar bisa segera dilakukan proses ratifikasinya.
“Tentunya kita harus menerjemahkan teks perjanjian ini, sedang dalam proses. Mudah-mudahan dalam waktu dua bulan ke depan kita bisa sampaikan ke DPR untuk proses ratifikasinya,” kata Iman Pambagyo.
Iman menjelaskan, perjanjian RCEP ini akan dinyatakan memasuki tahap implementasi apabila enam negara Asean dan tiga partner-nya sudah menyampaikan notifikasi ke ASEAN Secretariat yang menyatakan bahwa proses ratifikasi sudah selesai.
Upaya Pemulihan Ekonomi
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies Pingkan Audrine Kosijungan menyampaikan, perjanjian RCEP ini merupakan bagian dari upaya pemulihan ekonomi nasional, sebab Indonesia dan ke-14 negara anggota lainnya diperkirakan akan memetik manfaat melalui peningkatan ekspor dan juga investasi.
Pingkan menjelaskan, untuk Indonesia, menjalin kemitraan dengan blok regional sebesar ini akan sangat membantu dalam mendorong pemasaran produk-produk ekspor. Terlebih jika mengingat kedekatan negara-negara anggota secara geografis dan hubungan kerja sama yang selama ini sudah dibangun dalam bilateral.
Kerja sama RCEP sendiri mencakup perdagangan barang dan jasa, investasi, kerja sama ekonomi dan teknis, kekayaan intelektual, persaingan, penyelesaian sengketa, e-commerce, usaha kecil dan menengah (UKM) dan sejumlah masalah hal-hal teknis lainnya.
Asian Development Bank memproyeksikan bahwa RCEP akan membawa manfaat pendapatan global sekitar US$ 260 miliar, mengingat bahwa blok perdagangan ini memiliki cakupan yang sangat besar jika dilihat dari jumlah populasi dan pencapaian PDB secara keseluruhan.
Cakupan ini setara hampir dua kali lebih besar dari Comprehensive and Progressive Agreement for the Trans-Pacific Partnership (CPTPP). ASEAN melaporkan bahwa pada tahun 2018, ekonomi kawasan RCEP tumbuh sebesar 5,6% yang meliputi 47,4% seluruh populasi global, 32,2% ekonomi global, 29,1% perdagangan global dan 32,5% aliran investasi global. Berkaca dari database International Investment Agreements Navigator yang dirilis oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), perjanjian RCEP ini akan menjadi payung dari 35 kerja sama bilateral dan multilateral yang sudah terjalin di antara 15 negara anggota RCEP.
“Dengan demikian, harmonisasi dari tiap-tiap perjanjian perlu diupayakan dan dikomunikasikan kepada para pelaku usaha dalam negeri agar dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Lebih jauh dari itu, ditandatanganinya RCEP ini akan menjadi upaya lebih lanjut dari pengurangan hambatan tarif dari AFTA dan ASEAN Plus karena juga mencakup eliminasi hambatan-hambatan non-tarif,” kata Pingkan.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com