Jakarta, Beritasatu.com - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) mengeluhkan kelangkaan kontainer dan keterbatasan ruang di kapal saat ingin mengekspor. Hal ini menyulitkan pebisnis mebel dalam mengekspor.
“Bahkan, jika kurang beruntung, tidak ada kontainer sama sekali. Hal ini jelas merugikan dan dapat berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK),” ujar Ketua Presidium Himki Abdul Sobur, Rabu (2/12/2020).
Dia menuturkan, dari total 10-15 kontainer per minggu yang dibutuhkan, hanya 5-6 kontainer saja yang tersedia. Selanjutnya, untuk eksportir besar, dari kebutuhan 100 kontainer per minggu hanya bisa mendapatkan 25-50 kontainer saja. Kelangkaan kontainer telah mengerek naiknya harga freight hingga lima kali lipat lebih.
Selain itu, dia mengungkapkan, keterbatasan ruang di kapal membuat eksportir terkena demurage, sehingga sebagian terpaksa membatalkan ekspor dan membongkar kembali kontainer. “Apabila kondisi tersebut terus berlanjut, ujung-ujungnya mereka gagal ekspor dan berakibat terkena wanprestasi dan kena penalti, karena tidak bisa memenuhi kontrak sesuai jadwal,” ujar dia.
Sobur menerangkan, masalah kelangkaan dan naiknya harga kontainer juga akan berdampak signifikan terhadap pengurangan jam operasional industri. Pada akhirnya berpengaruh terhadap pengurangan atau merumahkan tenaga kerja hingga PHK.
“Untuk itu kami dari kalangan dunia usaha memohon kepada pemerintah untuk segera turun tangan menyelesaikan permasalahan ini, dan bisa memberikan solusi untuk membantu eksportir Indonesia,” harap dia.
Sobur menerangkan, penyebab dari kelangkaan kontainer antara lain turunnya operasional di transshipment port yang belakangan ini hanya 50%. Selain itu, hal itu akibat menurunnya volume impor. Kelangkaan kontainer ini hampir terjadi di semua pelabuhan, termasuk Medan dan Tanjung Emas, terutama untuk tujuan ekspor ke Asia.
Untuk kenaikan harga, di Intra-Asia atau general rate increase (GRI) sebesar US$ 150 per 20DC dan US$ 2.000/40/4HDC, yang efektif berlaku 1 Desember 2020. Kontainer untuk ke Eropa naik sebesar US$ 2.509 menjadi US$ 6.800. Untuk ke Amerika Serikat, saat ini harga lontainer sekitar US$ 8.000/40”.
Sobur menerangkan, untuk proses ekspor tidak ada biaya demurrage, pelayaran akan release DO jika sudah confirm equipment dan ruang di kapal. Kalau di pelabuhan transhipment di rollover, biaya storage di transhipment port akan menjadi tanggung jawab pelayaran.
Saat ini, dia menegaskan, kebanyakan pelayaran memberikan harga ocean freight per kapal, bukan lagi rate valid per bulan. Untuk mengulangi penimbunan full container di transhipment port, beberapa pelayaran sudah menghentikan pemesanan untuk destinasi tertentu. “Kenaikan rate sangat tinggi sekali dan seakan tak terkendali. Ini sangat menyulitkan dunai usaha,” kata dia.
Sumber: BeritaSatu.com