Jakarta, Beritasatu.com - Di masa pandemi, pemerintah mengaku mengalami kesulitan melakukan penagihan piutang negara. Namun melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara yang baru saja diterbitkan Kementerian Keuangan (Kemkeu) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) diharapkan bisa membantu penanganannya secara lebih efektif.
Melalui peraturan ini, DJKN dikatakan Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain Lukman Effendi Kemkeu berkeinginan melakukan transformasi terhadap tata kelola piutang negara yang kini memiliki 59.514 Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) dengan outstanding sejumlah Rp 75,3 triliun.
“Kalau untuk tahun ini agak kecil nilainya karena Covid-19, karena piutang negara tidak bisa ditagih secara online. Ini harus datang menyita dan sebagainya. Jadi, ini risikonya tinggi. Makanya tahun ini targetnya Rp 60 miliar dan berkas kasus yang diselesaikan 7.000 berkas,” sebut Lukman dalam Bincang Bareng DJKN dengan tema Transformasi Penanganan Piutang Negara, Jumat (4/12/2020).
Melalui PMK 163, pihaknya yakin bisa mengurangi berkas kasus piutang yang kebanyakan sudah lama. Menurutnya, piutang dengan jumlah kecil akan diutamakan. “Dengan kebijakan baru ini diharapkan piutang negara lebih tertata karena dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan, bagaimana pencatatannya, pelaporannya, sehingga bisa menekan piutang negara,” kata Lukman.
Pasalnya, tidak hanya terbatas mengenai pengurusan piutang negara pada PUPN, ruang lingkup PMK 163/2020 juga meliputi pengelolaan piutang negara pada K/L, yaitu kegiatan penatausahaan, penagihan, penyerahan dan pengurusan oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), penyelesaian, serta pembinaan, pengawasan, pengendalian dan pertanggungjawaban. Sebagai pemilik piutang, K/L dinilai lebih mengenali seluk-beluk histori piutang yang ada sehingga dapat lebih efektif mengejar penyelesaian piutang oleh debitur.
Oleh karena itu, DJKN memberikan batasan terkait kriteria piutang negara yang dapat diserahkan pengurusannya oleh K/L kepada PUPN. Kini, K/L mempunyai kewenangan untuk mengelola piutang negara yang besarannya di bawah Rp 8 juta, tidak memiliki barang jaminan, tidak ada dokumen yang membuktikan adanya dan besarnya piutang, serta piutang yang sengketa di Pengadilan Negeri, dan piutang yang dikembalikan atau ditolak oleh PUPN.
Beberapa terobosan dapat diupayakan oleh K/L terkait penagihan piutang negara, antara lain restrukturisasi, kerjasama penagihan, parate eksekusi, crash program, gugatan ke Pengadilan Negeri, dan penghentian layanan. Seluruh upaya ini akan didampingi oleh Kementerian Keuangan dan DJKN dengan dukungan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kepada K/L, serta rekonsiliasi data secara rutin.
“Dengan diterbitkannya PMK 163/2020, DJKN turut bermaksud untuk meningkatkan kinerja PUPN dalam mengurus piutang negara yang memiliki jumlah signifikan, dengan memaksimalkan berbagai upaya dalam pendekatan eksekusi ataupun non-eksekusi yang menjadi tugas dan kewenangan PUPN,” jelas Lukman.
Sumber: BeritaSatu.com