Jakarta, Beritasatu.com - Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Sekarga) mendukung pemutusan kontrak 12 pesawat Bombardier CRJ1000 yang dilakukan manajemen Garuda Indonesia per 1 Februari 2021.
"Bahwa menyikapi keputusan Menteri BUMN Erick Thohir melakukan early termination atas 12 pesawat Garuda jenis CRJ1000, kami menyatakan mendukung penuh keputusan tersebut," kata Ketua Harian DPP Sekarga Tomy Tampatty dalam siaran pers, Selasa (16/2/2021).
Dia melanjutkan, Sekarga pun menduga sejak lama terjadi praktik korupsi terkait pengadaan pesawat. Pengurus Sekarga, ujar Tomy, sejak 22 Januari 2005 telah melaporkan beberapa transaksi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang patut diduga telah terjadi praktik korupsi.
Sebelumnya, maskapai Garuda Indonesia memutus sepihak kontak sewa 12 pesawat Bombardier tipe CRJ1000 dengan penyedia sewa Nordic Aviation Capital (NAC). Dengan menghentikan kontrak 12 pesawat ini, Garuda menaksir bisa mengurangi potensi kerugian senilai USD 220 juta.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sempat menjelaskan, Garuda Indonesia menjadi salah satu maskapai yang biaya sewa pesawatnya paling tinggi di dunia mencapai 27% dari total biaya produksi.
"Karena itu, saya dengan tegas, dan manajemen sangat mendukung, kita memutuskan untuk mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ1000 untuk mengakhiri kontrak kepada Nordic Aviation atau yang memang jatuh temponya tahun 2027," kata Erick.
Dia mengungkapkan, sebelumnya proses negosiasi early termination atau penghentian dini kontrak sewa 12 pesawat Bombardier CRJ1000, antara Garuda dengan NAC, sudah terjadi berulang kali. Namun, kata Erick, pengajuan penghentian dini kontrak oleh Garuda itu, tak mendapatkan respon yang diharapkan dari NAC.
"Tapi sayangnya early temination belum mendapatkan respon," terang Erick.
Selain itu, terang Erick, Garuda juga mengajukan proposal penghentian dini kontrak sewa enam pesawat Bombardier CRJ1000 lainnya kepada Export Development Canada (EDC).
"Garuda tengah melakukan negosiasi early payment settlement contract financial lease enam pesawat jenis sama dari EDC yang jatuh tempo tahun 2024. Proses dengan EDC masih terus berlangsung," papar Erick.
Erick menekankan, keputusan penghentian sewa pesawat Bombardier CRJ1000 ini ada landasannya.
"Kita tahu bagaimana kami mempertimbangkan tata kelola perusahaan yang baik, transparan, akuntanbilitas, dan profesional. Di mana juga melihat dari keputusan dari Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia dan juga penyelidikan serius fraud dari Inggris terhadap indikasi pidana suap dari pihak pabrikan kepada oknum pimpinan Garuda saat proses pengadaan pesawat tahun 2011," imbuh Erick.
Sementara itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan, pihaknya melakukan negosiasi yang cukup lama dengan pihak NAC dalam kaitan early termination dari kontrak 12 pesawat CRJ1000 yang seharusnya berhenti 2027.
Hal tersebut, kata Irfan, dilakukan Garuda karena memang pesawat tipe ini setelah digunakan oleh Garuda beberapa tahun tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada di pasar Indoensia.
"Kami dari tahun ke tahun mengalami kerugian dengan menggunakan pesawat ini ditambah dengan kondisi pande memaksa kami tidak punya pilihan lain secara profesional untuk menghentikan kontrak ini," jelas Irfan.
Irfan menyebutkan, tawaran early termination ini sampaikan Garuda. Setelah berulang kali negosiasi tempaknya memperoleh feedback atau tawaran kembali yang tidak positif.
Oleh sebab itu, tegas Irfan, Garuda mulai 1 Februari 2021 memutuskan untuk secara sepihak menghentikan kontrak dengan CRJ dan mengembalikan 12 pesawat CRJ ini kepada NAC.
"Status pesawat tersebut ada di Bandara Cengkareng (Soekarno-Hatta) dalam status grounded dan tidak akan kami gunakan lagi mulai tanggal 1 Februari 2021," sebut Irfan.
Dia menyebutkan, Garuda selama 7-8 tahun mengoperasikan penggunaan pesawat ini, walaupun utilisasi sudah di atas penggunaan industri, tapi tetap saja tidak hasilkan keuntungan atau ciptakan rugi yang cukup besar buat Garuda dan ke depan diproyeksikan kerugian akan muncul dengan menggunakan pesawat CRJ1000.
"Oleh sebab itu, penghentian ini bagian dari upaya kami kurangi kerugian di masa mendatang," papar Irfan.
Manajemen Garuda, kata Irfan, menyadari sekali penghentian kontrak secara sepihak ini mungkin akan menciptakan konsekuensi selanjutnya.
"Namun demikian secara profesional kami menyatakan, kepada Pak Menteri BUMN dan kepada pihak lain, kami siap tangani konsekuensi tersebut secara profesional," jelas Irfan.
Sumber: BeritaSatu.com