Jakarta, Beritasatu.com - Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) mengungkapkan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) beberapa perusahaan tambang belum sesuai dengan aturan yang berlaku. Termasuk terkait verifikasi dari Competent Person Indonesia (CPI) yang seharusnya menjadi salah satu syarat untuk diterbitkannya RKAB.
Sekretaris Jenderal AETI Jabin Sufianto mengatakan RKAB harus memiliki verifikasi dari CPI Pelaporan Hasil Eksplorasi (PHE) dan CPI Pelaporan Estimasi Sumber Daya dan Estimasi Cadangan (PHC). Namun dia menyebut banyak RKAB yang kurang verifikasi dari CPI PHC.
"Perlunya untuk ada verifikasi ulang terhadap RKAB-RKAB yang sudah kluar. Saya juga mendorong akan adanya lagi untuk rekomendasi dari ESDM pusat untuk RKAB yang di serahkan kepada kemdag untuk penerbitan Persetujuan Ekspor," kata Jabin kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu (3/3/2021).
Jabin mencontohkan Dinas ESDM Provinsi menerbitkan RKAB sebuah perusahaan di Juli 2020 dengan tingkat produksi timah 1.200 metrik ton. Kemudian Persetujuan Ekspor yang diterbitkan pun 1.200 metrik ton. Menurutnya hal ini tidak sesuai mengingat RKAB sifatnya satu tahun yang seharusnya Persetujuan Ekspor tersebut hanya diberikan sebesar 600 metrik ton sesuai dengan sisa masa waktu enam bulan sejak penerbitan.
Dia menyebut telah melakukan audiensi dengan Kementerian ESDM mengenai kondisi tata niaga timah saat ini. Dia menegaskan bila hal seperti ini terus terjadi maka dikuatirkan tambang ilegal timah kembali marak. Pasalnya dengan tidak adanya verifikasi dari CPI akan membuka peluang untuk terjadi kebocoran dari areal pertambangan termasuk asal usul biji timah yang nantinya akan diekspor
"Intinya kalau CPI asal-asal verifikasi padahal tambangnya tidak ada kadar timah yang sebagus itu, kan tidak sesuai," tegasnya.
Sumber: BeritaSatu.com