Jakarta, Beritasatu.com– Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) menerima keluhan dari para pelaku usaha produsen bubble wrap (pembungkus bergelembung berbahan plastik) yang menyampaikan praktik produksi dan perdagangan tidak sesuai nilai-nilai etika bisnis dan tidak berkeadilan. Hal ini menyusul aduan salah satu produsen bubble wrap yang telah menerima hak paten untuk memproduksi bubble wrap berwarna, melakukan tindakan yang dikategorikan sebagai hambatan terhadap pelaku usaha lainnya.
“Pada dasarnya, kami dari asosiasi melihat bahwa pemberian hak paten ini perlu ditinjau kembali oleh pemerintah, karena tidak mengandung invensi, teknologi, atau proses produksi baru dalam industri plastik. Paten ini berpotensi mematikan industri plastik kelas menengah dan kecil yang sudah lebih dulu berproduksi serta akan menyebabkan iklim usaha yang tidak kondusif," ujar Ketua Umum Inaplas, Suhat Miyarso dalam keterangan yang diterima Selasa (9/3/2021).
Penggunaan bubble wrap telah menjadi kebutuhan utama pada transaksi belanja online. Pembungkus ini berguna untuk melindungi barang rentan pecah agar tidak mudah retak dan menutup kemasan sehingga tidak tembus pandang. Bubble wrap juga sepenuhya dapat didaur ulang jika sampahnya terpisah dan bersih.
Industri pembuat bubble wrap di Tanah Air telah berkembang sejak 20 tahun lalu. Saat itu dimulai oleh beberapa pelaku usaha menengah, yang kemudian berkembang menjadi 16 pelaku usaha baik di Jawa maupun luar Jawa. Awalnya bubble wrap diproduksi dengan warna bening. Namun sejak 2003, pelaku usaha mulai memenuhi permintaan pasar dengan menambahkan warna.
Dia mengatakan Inaplas berharap agar prinsip keadilan dalam berusaha menjadi landasan utama para pelaku usaha. "Industri bubble wrap ini termasuk yang berkembang pesat dan mampu menyerap banyak tenaga kerja, jangan sampai harus mati karena ada pemberian paten pada satu pihak yang akan memonopoli,” kata Suhat Miyarso.
Sumber: BeritaSatu.com