Jakarta, Beritasatu.com – Pengamat properti yang juga pendiri Panangian School of Property Panangian Simanungkalit mengungkapkan, bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Filipina. Bahkan ia menyebut orang Indonesia paling "sengsara" dalam hal mengakses rumah. Saat ini rata-rata bunga KPR di Indonesia berada di kisaran 10%, sedangkan negara tetangga hanya 2,5%.
"Suku bunga di Indonesia sangat tinggi. Coba lihat di Singapura, Malaysia dan Filipina, bunga KPR-nya hanya 2,5%. Sementara bunga KPR kita 10%. Orang-orang yang 5 tahun lalu sudah ambil KPR, namanya floating, itu masih 10%. Makanya untung yang paling besar dari sektor finansial di perbankan itu KPR. Padahal jumlah orang yang membutuhkan (rumah) sangat banyak," kata Panangian Simanungkalit saat menjadi narasumber dalam Podcast Apa Adanya di channel YouTube B1 Plus, Rabu (22/12/2021).
Panangian memberi contoh, untuk KPR dengan bunga 10%, rumah seharga Rp 300 juta harus dicicil sebesar Rp 4,5 juta per bulan. Artinya orang tersebut harus memiliki gaji tiga kali lipat dari Rp 4,5 juta atau sekitar Rp 15 juta untuk bisa memiliki rumah seharga Rp 300 juta. Tetapi bila bunga KPR hanya 5%, orang tersebut bisa memiliki rumah seharga Rp 600 juta.
"Bunga ini memotong daya beli orang. Jadi orang Indonesia ini paling "sengsara" dalam hal mengakses rumah di Asia ini," kata Panangian.
Persoalan lainnya, tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang diukur dari upah minimum provinsi (UMP) juga terus turun, sehingga makin sulit membeli rumah yang harganya setiap tahun terus meningkat. Hal ini juga diperparah dengan gaya hidup generasi milenial.
"Dulu, ketika saya lulus kuliah, gaji saya itu Rp 250.000. Gaji UMP waktu itu hanya Rp 60.000, berarti satu banding empat. UMP sekarang kan Rp 4,5 juta, gaji sarjana juga tidak jauh berbeda. Jadi lebih sejahtera dulu dibandingkan daya beli sekarang. Kemudian orang yang memiliki UPM 5 tahun lalu 3,5 juta, dia hanya mampu membeli rumah seharga Rp 150 juta pada waktu itu. Rumah yang sama pada saat ini (harganya) Rp 300 juta, sementara UMP dia hanya naik dari Rp 3,5 juta menjadi Rp 4,5 juta. Jadi makin lama dia makin tidak bisa menjangkau," kata Panangian.
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com